Sabtu, 01 Desember 2018

Aplikasi Pestisida Biorasional Agonal Dalam Upaya Pengendalian Penyakit Moler(Fusarium Oxysporum) Dan Peningkatan Hasil Pada Tanaman Bawang Merah Di Kabupaten Badung


Bawang merah merupakan komoditi unggulan di Kabupaten Badung, karena mempunyai prospek yang baik dengan rata – rata produktivitas sebesar 8,00 ton per hektar (BPS, 2017). Salah satu kendala yang sering dihadapi dalam budidaya bawang merah di Kabupaten Badung adalah serangan penyakit moler yang diduga disebabkan oleh Fusarium oxysporum.
Usaha pengendalian penyakit moler pada saat ini masih ditekankan pada teknik pengendalian dengan menggunakan fungisida. Akan tetapi, saat ini diperlukan pengendalian penyakit yang aman, murah, dan ramah lingkungan. Salah satu pilihan pengendalian yang tepat dan perlu diupayakan adalah pengendalian dengan menggunakan agensia hayati, sekaligus sebagai salah satu upaya untuk menekan penggunaan pestisida sintetik/kimia.
Besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit moler ini belum diketahui secara pasti karena terbatasnya informasi penyakit tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang mampu memberikan informasi mengenai penyakit moler pada bawang merah.
Pengkajian ini bertujuan untuk mempelajari efektivitas dan efisiensi penggunaan pestisida biorasional Agonal dalam upaya pengendalian penyakit moler dan peningkatan hasil bawang merah.
Pengkajian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Pengkajian ini dilaksanakan di Subak Aya, Desa Tumbakbayuh, Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung, dari tanggal 3 Juni sampai dengan 12 Agustus 2018. Perlakuan terdiri atas Agonal 866 (A), Agonal 686 (B), Agonal 668 (C), Campuran Pestisida Buldok 25 EC konsentrasi 0,25% dan fungisida Antracol 70 WP konsentrasi 2 gr/liter (D) dan Kontrol yaitu tanpa pestisida biorasional dan tanpa campuran pestisida dan fungisida sintetik(E).
Hasil kajian menunjukkan bahwa tingkat serangan penyakit moler dari umur 20 hingga 55 hari setelah tanam pada semua perlakuan tidak perbedaan nyata. Namun perkembangan intensitas penyakit moler pada umur 27 – 55 hari setelah tanam menunjukkan bahwa perlakuan pengendalian dengan pestisida biorasional Agonal dan perlakuan kimia/sintetik cenderung dapat menekan penyakit moler, bahkan perlakuan A (Agonal 866), perlakuan B (Agonal 686) dan Perlakuan C (Agonal 668) menunjukkan intensitas serangan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kimia/sintetik (D). Diduga ekstrak kasar yang dihasilkan pestisida biorasional Agonal mengandung senyawa-senyawa aktif yang dapat menekan perkembangan jamur Fusarium oxysporum.
Perlakuan yang dikaji juga berpengaruh berbeda tidak nyata terhadap jumlah siung per rumpun dan berat siung, namun berpengaruh nyata terhadap berat umbi bawang merah per rumpun, berat umbi bawang merah segar ubinan dan produktivitas bawang merah kering askip. Ditemukan bahwa hasil tertinggi dengan berat bawang merah segar ubinan sebesar 3,813 kg per m2 atau secara konversi memberikan hasil bawang merah kering askip per hektar sebesar 17,156 (t ha -1) atau meningkat sebesar 12,54% terjadi pada Perlakuan A (Agonal 866), kemudian Perlakuan C (Agonal 668) memberikan peningkatan hasil sebesar 9,59%, dan Perlakuan B (Agonal 686) meningkat sebesar 7,38% sedangkan Perlakuan D yang menggunakan campuran fungisida Antracol 70 WP konsentrasi 2 gr/liter dan insektisida Buldok 2.5 EC konsentrasi 0,25% meningkat secara tidak nyata sebesar 3,69% dibandingkan kontrol.
Hasil kajian ini memberi indikasi bahwa pestisida biorasional Agonal 866, Agonal 686 dan Agonal 668 lebih efektif dari pada penggunaan campuran fungisida Antracol 70 WP dengan konsentrasi 2 gr/liter dan insektisida Buldok 2.5 EC dengan konsentrasi 0,25% maka pestisida biorasional Agonal di atas dapat digunakan sebagai bahan substitusi atau campuran sehingga dapat mengurangi jumlah penggunaan pestisida sintetik dalam mengendalikan penyakit moler pada budidaya bawang merah.
Hasil kajian ini merupakan informasi awal mengingat kajian sejenis pada tanaman bawang merah belum banyak dilakukan di Kabupaten Badung sehingga untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap maka perlu diadakan pengkajian lebih lanjut pada beberapa varietas, tempat dan musim tanam yang berbeda.