Senin, 23 Maret 2020

DARI CATATAN PENGKAJIAN “PENGARUH BERAT UMBI DAN PUPUK NPK TERHADAP HASIL BAWANG MERAH (Allium cepa ascalonicum) VARIETAS SUPER PHILLIP DI KABUPATEN BADUNG”


Permintaan bawang merah yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan daya beli masyarakat, serta produksi yang bersifat musiman dan distribusi hasil yang sering bermasalah serta adanya permintaan untuk industri olahan (pengolahan makanan dan farmasi), rumah makan/restoran dan kebutuhan benih yang semakin meningkat, sementara produksi dalam negeri yang belum bisa memenuhi permintaan dan kebutuhan nasional mengakibatkan keadaan tersebut belum dapat mengimbangi permintaan konsumen, sehingga sering terjadi defisit bawang merah dan untuk mencukupi kebutuhan di Indonesia dipenuhi dengan melakukan kebijakan impor. Kondisi demikian menyebabkan bawang merah tergolong komoditi bersifat strategis.
Umumnya petani menanam bawang merah pada saat musim tanam yang tepat dan jarang melaksanakan penanaman di luar musim tanam (off season). Disamping itu pola bertanam yang kurang maksimal, keadaan lahan yang kurang baik dan subur serta penggunaan bahan tanam umbi yang sering terjadi penurunan kualitas benih, maka perlu adanya penerapan teknologi budidaya yang tepat agar dapat meningkatkan hasil bawang merah.
Belum lama ini penyuluh pertanian di Kabupaten Badung melaksanakan pengkajian bawang merah di luar musim tanam, Tujuan pengkajian adalah 1). Untuk mengetahui berat umbi bibit ideal yang dapat memberikan hasil terbaik pada budidaya tanaman bawang merah. 2). Mengetahui dosis pupuk majemuk NPK yang efisien bagi peningkatan hasil umbi bawang merah, dan 3). Mengetahui dosis pupuk majemuk NPK yang dikaji pada ukuran berat umbi bibit yang berbeda terhadap hasil bawang merah. Selain itu pengkajian dimaksudkan untuk menambah pengalaman penyuluh serta memberikan contoh pertanaman kepada petani bawang merah di luar kebiasaan tanam petani. Pengkajian dilaksanakan dari tanggal 19 November 2019 sampai dengan 18 Januari 2020, bertempat di Subak Ayung, Desa Buduk, Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terpisah (Split Plot Design). Perlakuan yang dicoba terdiri dari 2 (dua) faktor yaitu:
a.       Faktor Berat Umbi (U) sebagai petak utama terdiri dari
U1 = Berat Umbi Besar (berat 5,0 – 7,5 g/umbi)
U2 = Berat Umbi Sedang (berat 2,5 – 4,9 g/umbi)
U3 = Berat Umbi Kecil (berat < 2,5 g/umbi)
  1. Faktor Dosis Pupuk Majemuk NPK (P) sebagai anak petak terdiri dari
P1 = 200 kg/ha pupuk NPK
P2 = 300 kg/ha pupuk NPK
P3 = 400 kg/ha pupuk NPK
Dengan demikian terdapat 9 (sembilan) kombinasi perlakuan. Kajian diulang sebanyak 3 (tiga) kali, sehingga jumlah seluruh petak perlakuan berjumlah 27 petak.
Tingkat curah hujan dan intensitas serangan hama dan penyakit yang tinggi selama pengkajian, menjadi tantangan dan semangat bagi penyuluh pertanian untuk tetap memberi percontohan kepada petani. Dari hasil analisis varian pengaruh berat umbi dan pemberian pupuk NPK terhadap hasil bawang merah menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara berat umbi dengan pemberian dosis pupuk NPK terhadap hasil bawang merah. Faktor berat umbi ternyata memberikan pengaruh nyata, sedangkan faktor dosis pupuk NPK memberikan pengaruh sangat nyata.
Besarnya pengaruh berat umbi terhadap hasil bawang merah per ubinan (kg/m2) menunjukkan bahwa hasil bawang merah berbeda akibat perlakuan berat umbi yang berbeda. Berat umbi besar memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan ukuran berat umbi lainnya. Berdasarkan perhitungan beda nyata terkecil maka Perlakuan U1 dan U2 menunjukkan perbedaan yang nyata jika dibandingkan dengan Perlakuan U3, namun antara Perlakuan U1 dan U2 menunjukkan berbeda tidak nyata (non signifikan). Hasil kajian ini juga memberikan gambaran bahwa rata-rata hasil bawang merah akan semakin meningkat dengan semakin berat umbi yang digunakan, hal ini memberi arti bahwa semakin berat umbi bibit yang digunakan maka semakin baik kualitas bibitnya dan kualitas bibit yang baik sangat menentukan poduksi dari suatu tanaman. Hasil kajian ini memiliki kecenderungan serupa dengan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Sufyati et al. (2006) yaitu dengan menggunakan ukuran bibit yang sama dengan kajian ini, memperlihatkan bahwa ukuran bibit besar (U1) memperoleh hasil 15,2 ton/hektar, ukuran bibit sedang (U2) memperoleh hasil 11,5 ton/hektar dan ukuran bibit kecil (U3) memperoleh hasil 7,6 ton/hektar.
Pengaruh dosis pupuk NPK terhadap hasil bawang merah per ubinan juga memberikan peningkatan hasil dengan meningkatnya pemberian dosis pupuk. Berdasarkan uji beda nyata terkecil pada taraf α 0,01, memperlihatkan bahwa perlakuan pupuk NPK dengan dosis 400 kg/ha (P3) berpengaruh lebih baik dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Ternyata perlakuan P3 dapat meningkatkan hasil bawang merah sebesar 51,79 % dan Perlakuan P2 dapat meningkatkan hasil bawang merah sebesar 28,80 % masing-masing dibandingkan dengan Perlakuan P1.
Pengaruh perlakuan berat umbi dengan dosis pupuk NPK ternyata menunjukkan adanya interaksi yang nyata terhadap hasil bawang merah. Rata-rata hasil bawang merah sebagai dampak perlakuan dosis pupuk NPK pada berat umbi yang sama adalah pada perlakuan dosis pupuk NPK dengan berat umbi besar atau berat 5,0 – 7,5 g/umbi (Perlakuan U1) lebih tinggi hasilnya dibandingkan pada perlakuan dosis pupuk NPK dengan berat umbi lainnya. Perlakuan pupuk NPK dengan dosis 400 kg/ha (P3) pada Perlakuan U1 memberikan hasil tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan dosis pupuk NPK lainnya. Demikian pula perlakuan pupuk NPK dengan dosis 400 kg/ha (P3) pada Perlakuan U2 juga memberikan hasil tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan dosis pupuk NPK lainnya. Sedangkan perlakuan pupuk NPK dengan dosis 400 kg/ha (P3) pada Perlakuan U3 memberikan hasil tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan P1 tetapi berbeda tidak nyata apabila dibandingkan perlakuan P2.
Sedangkan rata-rata hasil bawang merah per ubinan pada masing-masing dosis pupuk NPK untuk masing-masing berat umbi memperlihatkan bahwa hasil bawang merah per ubinan nyata lebih banyak pada ukuran berat umbi U1 dan U2 dengan menggunakan dosis pupuk NPK lebih tinggi, kecuali ukuran berat umbi kecil (U3) dimana dengan seluruh perlakuan dosis pupuk NPK berbeda tidak nyata. Dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil bawang merah terbanyak didapatkan pada dosis pupuk NPK 400 kg/ha dengan berat umbi besar (U1P3). Analisis statistik juga menunjukkan bahwa hasil bawang merah pada perlakuan U1P3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan U2P3. Dengan perkataan lain bahwa interaksi optimum diperoleh pada kombinasi berat umbi besar dengan dosis pupuk NPK 400 kg/ha (U1P3) dan berat umbi sedang dengan dosis pupuk NPK 400 kg/ha (U2P3).
Oleh karena hasil bawang merah terbanyak didapatkan pada dosis pupuk NPK 400 kg/ha dengan berat umbi besar (U1P3), dan hasil analisis statistik juga menunjukkan bahwa hasil pada perlakuan U1P3 memberikan perbedaan yang tidak nyata dengan perlakuan U2P3, maka untuk mendukung upaya khusus peningkatan produktivitas bawang merah di luar musim tanam (off season) di Kabupaten Badung, bisa dilakukan dengan perbaikan teknologi budidaya bawang merah antara lain dengan melakukan pemupukan NPK dengan dosis 400 kg/ha dengan penggunaan berat umbi sedang (berat 2,5 – 4,9 g/umbi). Penggunaan bibit dengan ukuran berat umbi sedang dimaksudkan dapat menekan biaya input produksi dalam sistem usaha tani bawang merah.
Pustaka
Sufyati, Y., Said Imran AK, dan Fikrinda. 2006. Pengaruh Ukuran Fisik dan Jumlah Umbi Per Lubang Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). J.Floratek 2: 43-54.
Ucapan terima kasih
Kami sampaikan kepada : Ir, Sri Nurhudiah, I Made Sudirna, SP., I Nyoman Sunadia, SP., Ir. I Nengah Sucita dan Ir. I Wayan Denu sebagai Tim Pelaksana Pengkajian pada Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung.

Kamis, 22 Agustus 2019

PEMBIBITAN GONDA SENDIRI

Bunga dan Biji Gonda

Tanaman gonda merupakan tanaman herba yang tergolong tanaman setahun. Tinggi tanaman muda berkisar antara 10 – 15 cm dan tanaman dewasa kisaran 70 – 120 cm (Permadi, 2015). Batang tanaman gonda berwarna hijau muda – tua dengan sifat permukaan batang licin (tanpa bulu), bentuk batang bulat - bersegi, berongga, dan tumbuh tegak. Cabang terdiri atas cabang primer, sekunder, tersier, dan kuarter. Memiliki daun tunggal, sifat permukaan daun licin, tulang daun menyirip, bentuk daun memanjang - lanset. Memiliki akar tunggang, berwarna putih – coklat, dan keadaan akar berserat. Bunga tanaman gonda berbentuk bulir yang tersusun atas bunga dan buah tunggal. Tanaman gonda memiliki bunga hermaprodit berukuran ± 2 mm, kelopak menyatu berjumlah 5 helai yang berbentuk bulat telur – bundar, dan mahkota menyatu berwarna putih dengan panjang 1,5 mm. Biji berbentuk lonjong, berwarna coklat – kuning, dan terdapat pada ruang buah. Pada kondisi tanah lembab seperti dipersawahan biji gonda dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Penyebaran melalui biji dilahan persawahan juga dapat dibantu oleh angin, air atau terbawa melalui benih padi. Untuk mendapatkan bibit dalam jumlah banyak dan baik dapat dilakukan pembibitan sendiri yaitu
1.     Memilih sekumpulan benih dari bunga gonda yang tumbuhnya baik dan sehat.
2.     Benih yang baik adalah berasal dari bunga yang tumbuh pada batang utama tanaman gonda.
3.     Sekumpulan benih tersebut dijemur di bawah sinar matahari langsung dalam keadaan udara cerah selama 3 – 7 hari hingga kering. Untuk mendapatkan benih dengan keadaan kering yang merata sebaiknya sekumpulan benih dilakukan pembolakbalikan secara teratur atau sesering mungkin.
4.     Jika sekumpulan benih telah kering, dapat langsung disemaikan pada tempat persemaian dengan cara disebar secara merata dengan terlebih dahulu sekumpulan benih tersebut diremas-remas sehingga benih terlepas dari kelopak dan tangkai batangnya. Benih gonda sangat halus sehingga perlu hati-hati dalam memisahkan benih dari tangkainya agar tidak diterbangkan oleh tiupan angin. Sekumpulan/dompolan benih juga dapat langsung disimpan dalam botol dan ditutup rapat, upayakan penyimpanan benih dalam keadaan kedab udara untuk menjaga kualitas benih. Penyimpanan benih juga dapat dilakukan dengan cara memisahkan benih dari tangkai batangnya, dengan cara ini akan mendapatkan ruang penyimpanan benih dalam botol lebih padat sehingga dapat menampung lebih banyak benih. Penyimpanan benih dalam keadaan kedab udara dapat mempertahankan daya hidup benih (viabilitas benih) gonda hingga 30 hari.
5.     Persemaian. Untuk mendapatkan bibit gonda yang berkualitas baik maka perlu dilakukan pembuatan petak persemaian benih dengan baik dan benar. Cara pembuatan petak persemaian yang sering dilakukan adalah dengan cara persemaian basah seperti halnya pembuatan petak persemaian pada tanaman padi, antara lain :
a.      Pembuatan petak persemaian sebaiknya dilakukan diluar petak penanaman.
b.     Petak persemaian harus terkena penyinaran mata hari secara langsung.
c.      Sebaiknya petak persemaian dibuat dalam satu hamparan dengan luasan tertentu agar mudah dalam pemeliharaan.
d.     Pengolahan lahan persemaian dilakukan dengan cara dibajak/dicangkul sedalam kira-kira 20 cm dan digaru 2 – 3 kali sampai tanah/lahan benar-benar dalam kondisi berlumpur atau macak-macak.
e.      Setelah tanah diolah kemudian dibuatkan bedengan setinggi kira-kira 10 cm dengan lebar bedengan 100 – 150 cm dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan dan diantara bedengan dibuatkan saluran drainase.
f.       Taburkan benih gonda secara merata di atas bedengan persemaian yang telah disiapkan. Setelah itu lahan persemaian dijaga kelembabannya dan tetap dalam kondisi berlumpur.
g.     Benih akan tumbuh menjadi bibit tanaman sekitar 20 – 30 hari setelah benih disebar.
h.     Setelah bibit berdaun 4 atau tinggi sekitar 2 cm, lahan persemaian dialiri air terus menerus setinggi kira-kira 0,5 – 1 cm.
i.       Untuk mendapatkan pertumbuhan benih gonda menjadi subur, maka petak persemaian dapat diberi pupuk Urea 100 Kg per hektar atau sesuai dengan kebutuhan.
j.       Bibit gonda di persemaian baru bisa dipindahkan atau ditanam ke lahan pertanaman yang lebih luas (transplanting) setelah berumur 10 – 18 hari atau tinggi bibit sekitar 7 – 10 cm.

Rabu, 21 Agustus 2019

PROSPEK DAN INVESTASI SEMANGKA DI KABUPATEN BADUNG


Karakteristik Komoditas
Tanaman semangka (Citrullus vulgaris SHRAD) termasuk kedalam famili Cucurbitaceae banyak diusahakan secara komersial di Daerah Bali, dan diminati oleh masyarakat karena rasa buahnya yang segar dan manis. Buah semangka memiliki kandungan air yang banyak, hampir 90% buahnya terdiri atas air. Pada umumnya tanaman semangka diusahakan di dataran rendah karena mendapatkan cukup sinar matahari. Dalam membudidayakan semangka diperlukan perawatan yang khusus dan ketekunan. Pada dasarnya ada dua jenis semangka yang dibudidayakan, ada yang berbentuk bulat dan lonjong dengan variasi warna daging buahnya berwarna merah atau berwarna kuning. Ada yang berbiji dan ada pula yang tidak berbiji dengan warna kulit buah beraneka mulai dari hijau solid hingga hijau muda loreng. Saat ini petani lebih banyak membudidayakan jenis semangka yang tidak berbiji, karena lebih disukai dan nilai jualnya lebih tinggi. Buah semangka yang sudah tua mempunyai kandungan Vitamin A cukup tinggi dan sedikit Vitamin B dan C.
Semangka tanpa biji atau semangka non biji sebenarnya memiliki sifat yang mirip dengan semangka berbiji, hanya saja verietas semangka tanpa biji telah diolah sedemikian rupa agar semangka yang dihasilkan tidak memiliki biji. Tujuan penciptaan semangka non biji ini yaitu untuk memudahkan saat mengkonsumsinya, untuk membedakan semangka tanpa biji dan semangka berbiji sangat mudah, jika dilihat secara fisik semangka tanpa biji memiliki kulit dan corak yang lebih gelap dibandingkan dengan semangka berbiji. Proses budidaya semangka tanpa biji sedikit lebih rumit dibanding dengan semangka berbiji. Dalam budidaya semangka tanpa biji diperlukan perlakuan yang khusus dalam penyemaian, penyerbukan dan juga pemupukan. Kemungkinan kegagalan akan terjadi jika proses tersebut tidak tepat dilakukan. Selain itu masa panen semangka non biji lebih lama dibandingkan dengan semangka berbiji, semangka berbiji dapat dipanen setelah berumur sekitar 55 - 60 hari setelah tanam, sedangkan semangka non biji dapat dipanen setelah berumur sekitar 65-70 hari setelah tanam.
Agroklimat
Semangka cocok di tanam di daerah yang beriklim kering dan panas, dengan mendapatkan sinar matahari penuh atau lama penyinaran minimal 7 jam sehari. Suhu suhu rata-rata yang dikehendaki 20oC – 30oC. Kelembaban udara yang rendah sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman semangka. Dengan demikian sangat sesuai bila di tanam pada ketinggian 100 – 300 meter diatas permukaan laut. Curah hujan yang dikehendaki berkisar 40 – 50 mm/bulan. Pada musim kemarau tanaman semangka perlu mendapat pengairan yang cukup, jangan sampai kekurangan air. Untuk pertumbuhan yang baik, diperlukan keadaan tanah yang subur dan bertekstur lempung berpasir dengan pH tanah sekitar 6 – 6,7.
Jenis dan Variasi Produk
Varietas semangka yang sering di temui di Bali adalah varietas hibrida jenis Farmers Wonderful, Bali Flower dan Parifas Good Quatify. Pada umumnya buah semangka masih dipasarkan dalam bentuk buah segar atau diolah menjadi juice semangka.
Permasalahan Komoditas
Seperti komoditas hortikultura lainnya, buah semangka mudah sekali mengalami kerusakan apabila penanganan pasca panen kurang baik. Meskipun penanganan pasca panen ini tampak sederhana tetapi sangat berpengaruh terhadap mutu buah dan harga jualnya. Disamping itu untuk mendapatkan mutu yang baik, buah yang dipetik harus benar-benar memiliki derajat kematangan yang tepat.
Potensi Komoditas
Luas Areal dan Produksi
Luas panen semangka tahun 2018 di Kabupaten Badung adalah 115 hektar dengan total produksi sebesar 1.816 ton. Sehingga rata-rata produktivitas yang dicapai adalah 15,79 ton/hektar.
Sentra Produksi, Kalender Panen, dan Pemasaran
Tanaman semangka dapat ditemukan di semua wilayah Kabupaten/Kota di Bali, terutama di daerah dataran rendah. Pada tahun 2017 sentra produksi di Bali terdapat di Kota Denpasar, diikuti oleh Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Badung.
Tanaman semangka biasanya ditanam pada akhir musim kemarau (Mei/Juni) atau pada awal musim hujan (September/Oktober), namun pada penanaman awal musim hujan, akan banyak mengalami kegagalan.
Semangka tanpa biji baru bisa dipanen setelah berumur sekitar 65-70 hari setelah tanam (tergantung varietas). Dengan demikian panen buah semangka biasa terjadi pada bulan Juli/Agustus dan puncak panen terjadi sekitar bulan Agustus. Buah yang masak memiliki ciri-ciri kulit buah memudar dan sulur pada pangkal tangkai buah mengering.
Pemasaran buah semangka di Kabupaten Badung sebagian besar masih dipasarkan pada pasar lokal namun pada puncak panen semangka biasa dipasarkan hingga antar pulau.
Prospek Investasi
Kelayakan Usaha
Dari analisis rasio keuangan dan kelayakan usaha diperoleh hasil yang menguntungkan dan layak untuk diusahakan, yang ditunjukkan oleh Rasio profitabilitas, utamanya ROI (Return of Investment) sebesar 133,33% serta kriteria kelayakan, yakni B/C rasio (Benefit Cost Ratio) positif sebesar 1,33.
Peluang Pasar
Selama ini kebutuhan buah semangka di pasar lokal tidak pernah bisa terpenuhi oleh petani, walaupun harganya cukup mahal. Keadaan ini merupakan peluang yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Prospek Investasi
Peluang investasi yang menarik adalah perluasan areal tanam, serta peningkatan produksi dan kualitasnya.

KELAYAKAN DAN PELUANG USAHA PENGEMBANGAN KACANG TANAH DI KABUPATEN BADUNG

Budidaya Kacang Tanah Di Kabupaten Badung

Karakteristik Komoditas
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) di Indonesia merupakan komoditas pertanian terpenting setelah kedelai yang memiliki peran strategis pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati. Kandungan gizi kacang tanah antara lain yaitu; lemak 40-50%, protein 27%, karbohidrat 18%, dan vitamin. Namun di Bali komoditas kacang tanah dapat dikategorikan sebagai komoditas andalan, karena disamping banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai menu pelengkap kuliner khas utama Bali seperti ayam betutu dan pelecing juga digunakan sebagai bahan campuran makanan seperti roti dan bahan baku industri. Daun dan batang kacang tanah dapat digunakan untuk makanan ternak yang tinggi nilai gizinya, demikian pula bungkil kacang tanah sebagai hasil sampingan dalam pembuatan minyak kacang dapat digunakan makanan ternak, sehingga permintaannya cenderung meningkat. Adanya peningkatan permintaan kacang tanah, maka harganya juga cenderung meningkat. Untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan harga perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penyediaan maupun distribusinya. Adapaun jenis kacang tanah yang banyak diusahakan petani di daerah Bali adalah varietas Kelinci dan Panther, namun demikian jenis-jenis kacang lokal juga tetap diproduksi untuk memenuhi kebutuhan beberapa perusahaan industri kacang olahan.
Agroklimat
Kacang tanah tumbuh dengan baik pada iklim kering. Suhu sangat berpengaruh terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhan awal. Bila suhunya di bawah 18 0C, laju perkecambahan rendah dan pertumbuhan tanaman akan terhambat bahkan kerdil. Pertumbuhan optimal bagi kacang tanah yaitu pada suhu udara sekitar 28 – 32 0C. Jumlah dan distribusi curah hujan sangat berpengaruh terhadap produksi. Hujan yang cukup pada saat tanam sangat dibutuhkan agar tanaman dapat berkecambah dengan baik. Demikian pula distribusi hujan yang merata selama periode pertumbuhan akan menjamin keberhasilan pertumbuhan vegetatif. Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan bunga sulit terserbuki oleh serangga dan akan meningkatkan kelembaban di sekitar pertanaman kacang tanah. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kacang tanah antara 800 – 1.300 mm/tahun. Kelembaban tanah yang cukup pada fase awal prtumbuhan, fase berbunga dan fase pembentukan polong sangat penting untuk mendapatkan produksi tinggi. Kelembaban udara yang dikehendaki berkisar 65 – 75 %, dengan penyinaran matahari penuh. Penyinaran matahari ini dibutuhkan terutama bagi kesuburan daun dan perkembangan besarnya kacang.
Kacang tanah tidak terlalu memilih jenis tanah. Pada tanah berat seperti tanah/lahan sawah yang umumnya Aluvial dan Regosol masih dapat menghasilkan jika pengolahan tanahnya dilakukan dengan baik. Demikian pula pada lahan kering seperti Podzolik Merah Kuning dan Latosol yang memang sangat sesuai untuk pertumbuhan dan produksi kacang tanah dengan kemiringan tanah kurang dari 8%. Tetapi tekstur tanah yang optimal untuk pertumbuhan kacang tanah adalah tanah gembur/bertekstur ringan dan subur. Ketinggian tempat yang optimum untuk pertumbuhan kacang tanah adalah 50 – 500 m dpl, tetapi masih dapat tumbuh di bawah ketinggian 1.500 m dpl. Kacang tanah juga mampu tumbuh dengan baik pada tanah masam (pH 5,0), tetapi peka terhadap tanah basa. Kemasaman (pH) tanah yang ideal bagi kacang tanah berkisar antara 6,0 – 7,0. Pada pH tanah antara 7,5 – 8,0 daun akan menguning dan terjadi bercak hitam pada polong. Pada kondisi demikian kualitas dan kuantitas produksi polong akan menurun. Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati, sehingga diperlukan adanya drainase dan aerasi yang baik, lahan tidak terlalu becek dan kering baik bagi pertumbuhan kacang tanah.
Jenis dan Variasi Produk
Kacang tanah mempunyai daerah adaptasi yang luas, asalkan tanah dan iklimnya cocok serta ketinggian dan panjang hari tidak terlalu berbeda. Oleh karena itu varietas unggul apa saja dapat ditanam di seluruh Indonesia bahkan varietas unggul kita yang bernama “Macan” banyak ditanam di Malaysia, Thailand dan Philipina. Kacang tanah yang banyak diusahakan petani di daerah Bali adalah varietas Kelinci dan Panther, namun demikian jenis-jenis kacang lokal juga tetap diproduksi untuk memenuhi kebutuhan beberapa perusahaan industri kacang olahan.
Produksi kacang tanah biasanya dijual dalam bentuk polong atau biji kering, selanjutnya dapat diolah menjadi berbagai produk olahan seperti kacang asin, kacang kapri, rempeyek kacang, enting kacang, selai kacang, bumbu pecel, dan bahan campuran makanan lainnya seperti untuk roti serta bahan baku industri.
Permasalahan Komoditas
Produktivitas kacang tanah berbagai daerah di Indonesia rata-rata dikategorikan masih rendah, demikian pula di Kabupaten Badung . Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan karena penerapan teknologi budidaya belum dilakukan dengan baik, diantaranya adanya keragaman cara pengelolaan tanaman, termasuk perbedaan waktu tanam, cara tanam, penyiangan gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit. Disamping itu adanya perbedaan faktor abiotik dan biotik menyebabkan produktivitas kacang tanah berbeda untuk masing-masing daerah. Secara umum faktor abiotik dan biotik yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan tanaman dan produksi kacang tanah adalah sebagai berikut.
1.     Pematusan (drainase) jelek.
2.     Tanaman sering mengalami kelebihan air pada awal pertumbuhan atau kekeringan pada akhir musim kemarau untuk lahan sawah dan kekeringan pada fase akhir pertumbuhan tanaman untuk lahan kering.
3.     Kekurangan unsur hara utama (N, P, K, Ca).
4.     Persaingan dengan gulma pada fase pertumbuhan vegetatif, penyiangan jarang dilakukan dan apabila dilaksanakan sering terlambat.
5.     Pengolahan tanah dangkal (10–15 cm) dan masih kurang sempurna sehingga pembentukan akar dan perkembangan polong menjadi tidak optimal.
6.     Benih yang digunakan masih asalan (bukan benih bersertifikat), kadang daya tumbuh rendah kurang dari 80% sehingga keragaan tanaman sangat bervariasi. Seringkali populasi tanaman melebihi jumlah optimalnya sehingga jumlah benih yang digunakan dapat lebih dari 100–110 kg biji/ha.
7.     Serangan penyakit khususnya penyakit layu bakteri dan layu jamur, karat dan bercak daun, dan virus belang Peanut Stripe Virus (PStV), serta serangan hama tikus, kutu kebul, ulat pemakan daun, penggerek polong dan nematoda, masih belum dikendalikan dengan bijaksana.
Sementara itu pemasaran kacang tanah umumnya masih dilakukan secara individu dalam bentuk polong atau biji tanpa persyaratan kualitas sehingga harga komoditas kacang tanah menjadi rendah
Potensi Komoditas
Luas Areal dan Produksi
Luas tanam kacang tanah di Kabupaten Badung, Provinsi Bali pada tahun 2018 (Januari-Desember) dilahan sawah dan lahan kering adalah 165,0 ha, dengan luas panen 156,0 ha. Total produksi yang dicapai sebanyak 312 ton, sehingga produktivitasnya rata-rata mencapai 20,0 ku/ha.
Sentra Produksi, Kalender Panen, dan Pemasaran
Walaupun kacang tanah diusahakan hampir diseluruh daerah di Kabupaten Badung, namun lokasi sentranya saat ini berada di Kecamatan Petang.
Pada umumnya kacang tanah ditanam pada saat musim penghujan (sekitar bulan November-Desember) sehingga panen terjadi sekitar bulan Pebruari-Maret. Penanaman yang dilakukan pada pertengahan musim kemarau (Agustus dan September) akan melakukan panen pada bulan Oktober-Desember, pada kondisi tersebut produksinya lebih rendah karena pengaruh musim.
Produksi kacang tanah biasanya dipasarkan dalam bentuk kacang polong atau biji kering. Belum banyak lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran kacang tanah, umumnya para petani menjual sendiri ke pasar tradisional terdekat atau pedagang pengumpul (musiman) yang datang ke desa.
Prospek Investasi
Kelayakan Usaha
Dari analisis rasio keuangan dan kelayakan usaha diperoleh hasil yang menguntungkan dan layak untuk diusahakan, yang ditunjukkan oleh rasio profitabilitas utamanya ROI (Return of Investment) sebesar 238,83%, serta kriteria kelayakan yaitu Break Event Point (BEP) Rp 1.046,76 dan B/C ratio positip sebesar 1,39.
Peluang Pasar
Berdasarkan informasi pasar komoditi tanaman pangan dan hortikultura Kabupaten Badung, harga komoditas kacang tanah ditingkat produsen pada tahun 2018 bervariasi. Harga tertinggi kacang tanah polong dan kacang tanah kupas terjadi pada bulan Mei-Juni masing-masing sebesar Rp 3.750,-/Kg dan Rp 9.685,-/Kg. Sedangkan harga terendah pada bulan Oktober masing-masing dengan harga Rp 2.500,-/Kg (Kacang tanah polong) dan Rp 6.450,-/Kg (kacang tanah kupas). Tingginya harga komoditas ini disebabkan produksi pada bulan tersebut sedikit dan tidak ada pasokan dari luar, sedangkan permintaan konsumen tetap tinggi sehingga peluang pasar komoditas ini dapat dikatakan masih terbuka lebar.
Prospek Investasi
Kegiatan investasi yang prospektif adalah perluasan areal petanaman dengan perbaikan teknologi produksi, pengembangan penangkar benih kacang tanah, pengolahan hasil dan membangun kemitraan usaha dalam pemasaran kacang tanah.

PANGAN ALTERNATIF KACANG GUDE

Tanaman Kacang Gude

Kacang gude (Cajanus cajan L. Millsp) di Indonesia memiliki banyak nama, yaitu kacang gude atau kacang kayu (Jawa), kacang hiris (Sunda), kacang bali (Sumatera), ritik lias (Batak Karo), kance (Bugis), kacang kaju (Madura), kacang undis atau kekace (Bali), kacang iris, kacang turis, lebui, legui, puwe jai (Halmahera), fou hate (Ternate dan Tidore), binatung (Makasar), tulis (Rote), koloure (Tomia Wakatobi), dan tunis (Timor), sedangkan di manca negara dikenal dengan nama shu tuo (China), kagios, kalios, kadios, gablas (Tagalog), straucherbse (Jerman) dan pigeon pea (Inggris)(Susila et al., 2012).
Kacang gude tergolong tanaman kacang-kacangan (leguminosa) bersifat tahunan (perennial). Tanaman ini relatif tahan panas dan kering sehingga cocok ditanam sebagai tanaman penghijauan di kawasan kering. Bijinya dapat dimakan sebagai sumber pangan alternatif pengganti komoditas pangan tertentu melalui pola diversifikasi pangan.
Adapun klasifikasi kacang gude adalah
Kindom           : Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom   : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Divisi               : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Sub divisi        : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledoneae (Berkeping dua)
Sub kelas         : Rosidae
Ordo                : Fabales
Famili              : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus              : Cajanus
Spesies            : Cajanus cajan (L) Millsp (Susila et al., 2012).
Tanaman gude merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak dan tinggi tanaman dapat mencapai sekitar 3 meter. Tanaman ini memiliki sistem perakaran tunggang (radix primaria) yang berwarna putih kotor. Pada waktu perkecambahan, radikula terus tumbuh menjadi akar primer, dan akar primer ini terus tumbuh dan bercabang-cabang. Fungsi utamanya adalah untuk menyimpan  makanan (Ningsih, 2015).
Batangnya berbulu halus dan bercabang banyak. Jumlah, posisi, dan sudut percabangan ini ditentukan oleh varietasnya.  Batangnya berkayu, berbentuk bulat, beralur, serta berwarna hijau kecoklatan (Herbalis Nusantara, 2005).
Daun termasuk tipe trifoliet (berselang-seling berjumlah 3) berwarna hijau. Bentuk daun bulat telur sampai elips, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip. Panjang daun 5 - 10 cm dan lebar 2 - 4 cm dan terdapat bulu di dipermukaannya, baik pada bagian bawah maupun atas. Daun ini tersusun spiral dengan filotaksis 2/5 pada batang (Wijayanti et al., 2009).
Bunga merupakan bunga majemuk, memiliki tangkai bunga yang pendek dan berwarna hijau. Mahkotanya berbentuk kupu-kupu dengan panjang panjang 2 – 2,5 cm dan lebar 1,8 – 2 cm. Warna mahkota umumnya kuning, kuning bergaris ungu, atau merah. Benang sari bentuk tabung, serbuk sari berwarna kuning, putik berwarna putih (Moekasan dan Prabaningrum, 2002).
Buah berbentuk polongan pipih dengan ujung meruncing. Panjangnya 5 – 9 cm dan lebar 1,2 – 1,3 cm. Polongan ini berwarna hijau tua dan memiliki bulu pada seluruh permukaannya. Setiap buah dapat berisi 2 – 9 biji (Ningsih, 2015). Bijinya kecil dan warna kulitnya bermacam – macam. Ada yang berwarna cokelat, merah, atau hitam. Bijinya berbentuk oval dengan diameter sekitar 8 mm. Berat 100 biji sekitar 11 – 13 gram (Cipta, 2008).
Di Indonesia sentra pertanaman kacang gude tersebar di Jawa, Bali, NTB, NTT dan Sulawesi Selatan. Namun data tentang luas tanam, luas panen, produktivitas dan produksi kacang gude hingga kini belum ada. Oleh karena itu hasil-hasil penelitian yang ada sangat diperlukan sebagai wahana untuk dapat mengembangkan tanaman ini. Sedangkan kacang gude yang banyak dibudidayakan petani adalah varietas lokal yang berumur panjang (7 – 11 bulan). Pada tahun 1986 pernah dilepas varietas unggul kacang gude dengan nama Mega. Varietas ini merupakan galur introduksi dari Australia yang berumur pendek (90 – 100 hari) dengan potensi hasil mencapai 1,2 t/ha.
Dilihat dari aspek pola budidayanya, kacang gude tidak pernah ditanam secara monokultur, pertanaman tidak intensif, dan hanya sebagai tanaman campuran di lahan tegal, pematang sawah atau pekarangan. Kacang gude juga dapat dimanfaatkan dalam pola usahatani terpadu karena dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lain seperti sorgum, jagung, ubi kayu, kacang tanah dan kapas. Oleh karena itu, penanaman kacang gude dalam pola tanam bukan saingan yang dapat menurunkan hasil tanaman utama, tetapi memberikan nilai tambah bagi petani.
Tanaman kacang gude mempunyai daya adaptasi yang cukup luas, dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, dan relatif tahan terhadap kekeringan karena perakaran lateral mampu menembus ke dalam tanah (Nene and Sheila, 1990), sehingga berpotensi untuk dikembangkan di daerah kering dan agak tandus, yang bagi tanaman kacang-kacangan lain tidak dapat menghasilkan dengan baik. Selain toleran terhadap kekeringan, tanaman kacang gude tergolong tahan rebah dan polong tidak mudah pecah (Karsono dan Sumarno, 1989).
Kacang gude dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 1.800 m di atas permukaan laut, dengan pH optimum tanah sekitar 5 – 7. Suhu yang baik untuk pertumbuhannya berkisar antara 18 – 30 0C. Perkecambahan optimum berlangsung pada kelembaban tanah sekitar 40 sampai 50%. Waktu pembungaan dan berpolong dipengaruhi oleh waktu tanam. Penanaman sebaiknya pada bulan Oktober sampai dengan Desember. Penanaman dilakukan dengan menggunakan benih. Pemberian unsur S dapat meningkatkan hasil panen. Sebenarnya tanaman dapat menghasilkan sampai 3 – 5 tahun, namun hasilnya akan lebih kecil dibandingkan panen tahun pertama (Susila et al., 2012). Di lahan sawah, kacang gude banyak ditanam di pematang dengan jarak tanam 2 – 3 m. Tanaman dipanen saat polong lebih dari 95% matang dan berwarna coklat. Polong bisa dipanen sewaktu masih berwarna hijau sebagai sayuran segar atau dibekukan.
Biji yang sudah tua banyak digunakan untuk sayuran, tempe, bongko, rempeyek, serundeng dan kecap. Di Indonesia bagian timur, biji kering digunakan sebagai campuran nasi ketan. Sebagai bahan sayuran, kacang gude mempunyai nilai gizi yang tinggi, dimana setiap 100 gram biji kering yang dapat dimakan mengandung sekitar 7 – 10,3 gram air, 14 – 30 gram protein, 1 – 9 gram lemak. Kacang gude juga mengandung beberapa vitamin, antara lain vitamin A dan B kompleks. Di India, kacang gude dipasarkan dalam bentuk biji yang sudah dibuang kulitnya, dan dibelah. Bahan pangan ini diolah dan dikonsumsi dalam bentuk bubur kental (dhal) dengan bumbu seperti kare dan dimakan bersama roti. Produk olahan kacang gude dalam bentuk kaleng dan bentuk beku juga dikenal di India dan Republik Dominika. Tepung kacang gude berpotensi sebagai bahan subtitusi terhadap tepung biji-bijian lainnya untuk meningkatkan kadar protein pada bahan makanan asal serealia (Karsono dan Sumarno, 1989). Selain bermanfaat untuk bahan sayuran, tanaman ini juga bagus untuk perbaikan struktur tanah karena perakarannya mengandung rhizobium.
Pustaka
Cipta, G. 2008. Pengendalian Hama Penggerek Polong Pada Pertanaman Kacang Hijau. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang.
Herbalis Nusantara. 2005. Cajanus cajan Mill Spaugh. Pusat Pelatihan dan Pengobatan Herbal.
Karsono, S dan Sumarno. 1989. Kacang Gude. Monograf Balittan Malang 4. Balittan. Malang.
Moekasan, T. K. dan L. Prabaningrum. 2002. Teknik Aplikasi Pestisida. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung.
Nene, Y.L and V. K. Sheila. 1990. Pigeon Pea: Geography and Importance. p. 1-14. In Nene, Y.L., S.D. Hall and V.K. Sheila (eds.). The Pigeon Pea. International Crops Research Institute for the Semi-arid Tropics (ICRISAT). India.
Ningsih, I.Y. 2015. Anatomi dan Morfologi Akar. Universitas Jember, Jember.
Susila, A.D., M. Syukur, H. P. K. Dharma, E. Gunawan dan Evi. 2012. Tanaman Sayuran Indigenous. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wijayanti, R., Y. Pardjo dan E. Zaki. 2009. Kemampuan Hidup Penggerek Polong Maruca Testulalis Geyer (Lepidoptera; Pyralidae) Pada tiga varietas Kacang Hijau (Vigna Radiata L). UNS, Semarang.