![]() |
Tanaman Kacang Gude |
Kacang
gude (Cajanus cajan L. Millsp) di
Indonesia memiliki banyak nama, yaitu kacang gude atau kacang kayu (Jawa), kacang
hiris (Sunda), kacang bali (Sumatera), ritik lias (Batak Karo), kance (Bugis),
kacang kaju (Madura), kacang undis atau kekace (Bali), kacang iris, kacang
turis, lebui, legui, puwe jai (Halmahera), fou hate (Ternate dan Tidore),
binatung (Makasar), tulis (Rote), koloure (Tomia Wakatobi), dan tunis (Timor),
sedangkan di manca negara dikenal dengan nama shu tuo (China), kagios, kalios,
kadios, gablas (Tagalog), straucherbse (Jerman) dan pigeon pea (Inggris)(Susila
et al., 2012).
Kacang
gude tergolong tanaman kacang-kacangan (leguminosa) bersifat tahunan
(perennial). Tanaman ini relatif tahan panas dan kering sehingga cocok ditanam
sebagai tanaman penghijauan di kawasan kering. Bijinya dapat dimakan sebagai
sumber pangan alternatif pengganti komoditas pangan tertentu melalui pola
diversifikasi pangan.
Adapun
klasifikasi kacang gude adalah
Kindom : Plantae (Tumbuhan)
Sub
kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan
berpembuluh)
Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan
biji)
Sub
divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae (Berkeping dua)
Sub
kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Cajanus
Spesies : Cajanus cajan (L) Millsp (Susila et al., 2012).
Tanaman gude merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak dan tinggi
tanaman dapat mencapai sekitar 3 meter. Tanaman ini memiliki sistem perakaran tunggang (radix
primaria) yang
berwarna putih kotor. Pada waktu
perkecambahan, radikula terus tumbuh menjadi akar primer, dan akar primer ini terus tumbuh dan bercabang-cabang. Fungsi utamanya adalah untuk menyimpan makanan (Ningsih,
2015).
Batangnya berbulu halus dan bercabang banyak. Jumlah, posisi, dan
sudut percabangan ini ditentukan oleh varietasnya. Batangnya berkayu, berbentuk bulat,
beralur, serta berwarna hijau kecoklatan (Herbalis Nusantara, 2005).
Daun termasuk tipe trifoliet (berselang-seling berjumlah 3) berwarna
hijau. Bentuk
daun bulat telur sampai elips, ujung dan
pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip. Panjang
daun 5 - 10 cm dan lebar 2 - 4 cm dan terdapat bulu di dipermukaannya, baik
pada bagian bawah maupun atas. Daun ini tersusun spiral dengan filotaksis 2/5
pada batang (Wijayanti et al.,
2009).
Bunga merupakan bunga majemuk, memiliki tangkai bunga
yang pendek dan berwarna hijau. Mahkotanya berbentuk
kupu-kupu dengan panjang panjang 2 – 2,5 cm dan lebar 1,8 – 2 cm. Warna mahkota
umumnya kuning, kuning bergaris ungu, atau merah. Benang sari bentuk
tabung, serbuk sari berwarna kuning, putik berwarna putih (Moekasan dan Prabaningrum, 2002).
Buah berbentuk polongan pipih dengan ujung meruncing. Panjangnya 5
– 9 cm dan lebar 1,2 – 1,3 cm. Polongan ini berwarna hijau tua dan memiliki
bulu pada seluruh permukaannya. Setiap buah dapat berisi 2 – 9 biji (Ningsih,
2015). Bijinya kecil dan warna kulitnya bermacam – macam. Ada yang
berwarna cokelat, merah, atau hitam. Bijinya berbentuk oval dengan diameter
sekitar 8 mm. Berat 100 biji sekitar 11 – 13 gram (Cipta, 2008).
Di Indonesia sentra pertanaman kacang gude tersebar
di Jawa, Bali, NTB, NTT dan Sulawesi Selatan. Namun data tentang luas tanam,
luas panen, produktivitas dan produksi kacang gude hingga kini belum ada. Oleh
karena itu hasil-hasil penelitian yang ada sangat diperlukan sebagai wahana
untuk dapat mengembangkan tanaman ini. Sedangkan kacang gude yang banyak
dibudidayakan petani adalah varietas lokal yang berumur panjang (7 – 11 bulan).
Pada tahun 1986 pernah dilepas varietas unggul kacang gude dengan nama Mega.
Varietas ini merupakan galur introduksi dari Australia yang berumur pendek (90
– 100 hari) dengan potensi hasil mencapai 1,2 t/ha.
Dilihat
dari aspek pola budidayanya, kacang gude tidak pernah ditanam secara
monokultur, pertanaman tidak intensif, dan hanya sebagai tanaman campuran di
lahan tegal, pematang sawah atau pekarangan. Kacang gude juga dapat dimanfaatkan
dalam pola usahatani terpadu karena dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lain
seperti sorgum, jagung, ubi kayu, kacang tanah dan kapas. Oleh karena itu,
penanaman kacang gude dalam pola tanam bukan saingan yang dapat menurunkan
hasil tanaman utama, tetapi memberikan nilai tambah bagi petani.
Tanaman kacang gude mempunyai daya adaptasi yang cukup luas,
dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, dan relatif tahan terhadap kekeringan
karena perakaran lateral mampu menembus ke dalam tanah (Nene and Sheila, 1990),
sehingga berpotensi untuk dikembangkan di daerah kering dan agak tandus, yang
bagi tanaman kacang-kacangan lain tidak dapat menghasilkan dengan baik. Selain
toleran terhadap kekeringan, tanaman kacang gude tergolong tahan rebah dan
polong tidak mudah pecah (Karsono dan Sumarno, 1989).
Kacang
gude dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 1.800 m di atas permukaan laut, dengan pH
optimum tanah sekitar 5 – 7. Suhu yang baik untuk pertumbuhannya berkisar
antara 18 – 30 0C. Perkecambahan optimum
berlangsung pada kelembaban tanah sekitar 40 sampai 50%. Waktu pembungaan dan
berpolong dipengaruhi oleh waktu tanam. Penanaman sebaiknya pada bulan Oktober
sampai dengan Desember. Penanaman dilakukan dengan menggunakan benih.
Pemberian unsur S dapat meningkatkan hasil panen. Sebenarnya tanaman dapat
menghasilkan sampai 3 – 5 tahun, namun hasilnya akan lebih kecil dibandingkan
panen tahun pertama (Susila et al., 2012). Di
lahan sawah, kacang gude banyak ditanam di pematang dengan jarak tanam 2 – 3 m.
Tanaman dipanen saat polong lebih dari 95% matang dan berwarna coklat. Polong
bisa dipanen sewaktu masih berwarna hijau sebagai sayuran segar atau dibekukan.
Biji yang sudah tua banyak digunakan untuk sayuran, tempe, bongko,
rempeyek, serundeng dan kecap. Di Indonesia bagian timur, biji kering digunakan
sebagai campuran nasi ketan.
Sebagai bahan sayuran, kacang gude mempunyai nilai gizi yang tinggi, dimana
setiap 100 gram biji kering yang dapat dimakan mengandung sekitar 7 – 10,3 gram
air, 14 – 30 gram protein, 1 – 9 gram lemak. Kacang gude juga mengandung
beberapa vitamin, antara lain vitamin A dan B kompleks.
Di India, kacang gude dipasarkan dalam bentuk biji yang sudah dibuang kulitnya,
dan dibelah. Bahan pangan ini diolah dan dikonsumsi dalam bentuk bubur kental (dhal)
dengan bumbu seperti kare dan dimakan bersama roti. Produk olahan kacang gude
dalam bentuk kaleng dan bentuk beku juga dikenal di India dan Republik
Dominika. Tepung kacang gude berpotensi sebagai bahan subtitusi terhadap tepung
biji-bijian lainnya untuk meningkatkan kadar protein pada bahan makanan asal
serealia (Karsono dan Sumarno, 1989). Selain bermanfaat untuk bahan sayuran, tanaman ini juga bagus untuk
perbaikan struktur tanah karena perakarannya mengandung rhizobium.
Pustaka
Cipta, G. 2008. Pengendalian Hama Penggerek Polong Pada
Pertanaman Kacang Hijau. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian, Malang.
Herbalis Nusantara. 2005. Cajanus
cajan Mill Spaugh. Pusat Pelatihan dan Pengobatan Herbal.
Karsono, S dan Sumarno. 1989. Kacang
Gude. Monograf Balittan Malang 4. Balittan. Malang.
Moekasan, T. K. dan L.
Prabaningrum. 2002. Teknik Aplikasi Pestisida. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran, Bandung.
Nene, Y.L and V. K. Sheila. 1990. Pigeon
Pea: Geography and Importance. p. 1-14. In Nene, Y.L., S.D. Hall and
V.K. Sheila (eds.). The Pigeon Pea. International Crops Research
Institute for the Semi-arid Tropics (ICRISAT). India.
Ningsih,
I.Y. 2015. Anatomi dan Morfologi Akar. Universitas Jember, Jember.
Susila, A.D., M. Syukur, H. P. K. Dharma, E. Gunawan dan Evi. 2012. Tanaman Sayuran Indigenous. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Wijayanti, R., Y. Pardjo dan E. Zaki. 2009. Kemampuan Hidup Penggerek Polong Maruca Testulalis Geyer
(Lepidoptera; Pyralidae) Pada tiga varietas Kacang Hijau (Vigna Radiata L).
UNS, Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar