Rabu, 21 Agustus 2019

PANGAN ALTERNATIF KACANG GUDE

Tanaman Kacang Gude

Kacang gude (Cajanus cajan L. Millsp) di Indonesia memiliki banyak nama, yaitu kacang gude atau kacang kayu (Jawa), kacang hiris (Sunda), kacang bali (Sumatera), ritik lias (Batak Karo), kance (Bugis), kacang kaju (Madura), kacang undis atau kekace (Bali), kacang iris, kacang turis, lebui, legui, puwe jai (Halmahera), fou hate (Ternate dan Tidore), binatung (Makasar), tulis (Rote), koloure (Tomia Wakatobi), dan tunis (Timor), sedangkan di manca negara dikenal dengan nama shu tuo (China), kagios, kalios, kadios, gablas (Tagalog), straucherbse (Jerman) dan pigeon pea (Inggris)(Susila et al., 2012).
Kacang gude tergolong tanaman kacang-kacangan (leguminosa) bersifat tahunan (perennial). Tanaman ini relatif tahan panas dan kering sehingga cocok ditanam sebagai tanaman penghijauan di kawasan kering. Bijinya dapat dimakan sebagai sumber pangan alternatif pengganti komoditas pangan tertentu melalui pola diversifikasi pangan.
Adapun klasifikasi kacang gude adalah
Kindom           : Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom   : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Divisi               : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Sub divisi        : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledoneae (Berkeping dua)
Sub kelas         : Rosidae
Ordo                : Fabales
Famili              : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus              : Cajanus
Spesies            : Cajanus cajan (L) Millsp (Susila et al., 2012).
Tanaman gude merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak dan tinggi tanaman dapat mencapai sekitar 3 meter. Tanaman ini memiliki sistem perakaran tunggang (radix primaria) yang berwarna putih kotor. Pada waktu perkecambahan, radikula terus tumbuh menjadi akar primer, dan akar primer ini terus tumbuh dan bercabang-cabang. Fungsi utamanya adalah untuk menyimpan  makanan (Ningsih, 2015).
Batangnya berbulu halus dan bercabang banyak. Jumlah, posisi, dan sudut percabangan ini ditentukan oleh varietasnya.  Batangnya berkayu, berbentuk bulat, beralur, serta berwarna hijau kecoklatan (Herbalis Nusantara, 2005).
Daun termasuk tipe trifoliet (berselang-seling berjumlah 3) berwarna hijau. Bentuk daun bulat telur sampai elips, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip. Panjang daun 5 - 10 cm dan lebar 2 - 4 cm dan terdapat bulu di dipermukaannya, baik pada bagian bawah maupun atas. Daun ini tersusun spiral dengan filotaksis 2/5 pada batang (Wijayanti et al., 2009).
Bunga merupakan bunga majemuk, memiliki tangkai bunga yang pendek dan berwarna hijau. Mahkotanya berbentuk kupu-kupu dengan panjang panjang 2 – 2,5 cm dan lebar 1,8 – 2 cm. Warna mahkota umumnya kuning, kuning bergaris ungu, atau merah. Benang sari bentuk tabung, serbuk sari berwarna kuning, putik berwarna putih (Moekasan dan Prabaningrum, 2002).
Buah berbentuk polongan pipih dengan ujung meruncing. Panjangnya 5 – 9 cm dan lebar 1,2 – 1,3 cm. Polongan ini berwarna hijau tua dan memiliki bulu pada seluruh permukaannya. Setiap buah dapat berisi 2 – 9 biji (Ningsih, 2015). Bijinya kecil dan warna kulitnya bermacam – macam. Ada yang berwarna cokelat, merah, atau hitam. Bijinya berbentuk oval dengan diameter sekitar 8 mm. Berat 100 biji sekitar 11 – 13 gram (Cipta, 2008).
Di Indonesia sentra pertanaman kacang gude tersebar di Jawa, Bali, NTB, NTT dan Sulawesi Selatan. Namun data tentang luas tanam, luas panen, produktivitas dan produksi kacang gude hingga kini belum ada. Oleh karena itu hasil-hasil penelitian yang ada sangat diperlukan sebagai wahana untuk dapat mengembangkan tanaman ini. Sedangkan kacang gude yang banyak dibudidayakan petani adalah varietas lokal yang berumur panjang (7 – 11 bulan). Pada tahun 1986 pernah dilepas varietas unggul kacang gude dengan nama Mega. Varietas ini merupakan galur introduksi dari Australia yang berumur pendek (90 – 100 hari) dengan potensi hasil mencapai 1,2 t/ha.
Dilihat dari aspek pola budidayanya, kacang gude tidak pernah ditanam secara monokultur, pertanaman tidak intensif, dan hanya sebagai tanaman campuran di lahan tegal, pematang sawah atau pekarangan. Kacang gude juga dapat dimanfaatkan dalam pola usahatani terpadu karena dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lain seperti sorgum, jagung, ubi kayu, kacang tanah dan kapas. Oleh karena itu, penanaman kacang gude dalam pola tanam bukan saingan yang dapat menurunkan hasil tanaman utama, tetapi memberikan nilai tambah bagi petani.
Tanaman kacang gude mempunyai daya adaptasi yang cukup luas, dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, dan relatif tahan terhadap kekeringan karena perakaran lateral mampu menembus ke dalam tanah (Nene and Sheila, 1990), sehingga berpotensi untuk dikembangkan di daerah kering dan agak tandus, yang bagi tanaman kacang-kacangan lain tidak dapat menghasilkan dengan baik. Selain toleran terhadap kekeringan, tanaman kacang gude tergolong tahan rebah dan polong tidak mudah pecah (Karsono dan Sumarno, 1989).
Kacang gude dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 1.800 m di atas permukaan laut, dengan pH optimum tanah sekitar 5 – 7. Suhu yang baik untuk pertumbuhannya berkisar antara 18 – 30 0C. Perkecambahan optimum berlangsung pada kelembaban tanah sekitar 40 sampai 50%. Waktu pembungaan dan berpolong dipengaruhi oleh waktu tanam. Penanaman sebaiknya pada bulan Oktober sampai dengan Desember. Penanaman dilakukan dengan menggunakan benih. Pemberian unsur S dapat meningkatkan hasil panen. Sebenarnya tanaman dapat menghasilkan sampai 3 – 5 tahun, namun hasilnya akan lebih kecil dibandingkan panen tahun pertama (Susila et al., 2012). Di lahan sawah, kacang gude banyak ditanam di pematang dengan jarak tanam 2 – 3 m. Tanaman dipanen saat polong lebih dari 95% matang dan berwarna coklat. Polong bisa dipanen sewaktu masih berwarna hijau sebagai sayuran segar atau dibekukan.
Biji yang sudah tua banyak digunakan untuk sayuran, tempe, bongko, rempeyek, serundeng dan kecap. Di Indonesia bagian timur, biji kering digunakan sebagai campuran nasi ketan. Sebagai bahan sayuran, kacang gude mempunyai nilai gizi yang tinggi, dimana setiap 100 gram biji kering yang dapat dimakan mengandung sekitar 7 – 10,3 gram air, 14 – 30 gram protein, 1 – 9 gram lemak. Kacang gude juga mengandung beberapa vitamin, antara lain vitamin A dan B kompleks. Di India, kacang gude dipasarkan dalam bentuk biji yang sudah dibuang kulitnya, dan dibelah. Bahan pangan ini diolah dan dikonsumsi dalam bentuk bubur kental (dhal) dengan bumbu seperti kare dan dimakan bersama roti. Produk olahan kacang gude dalam bentuk kaleng dan bentuk beku juga dikenal di India dan Republik Dominika. Tepung kacang gude berpotensi sebagai bahan subtitusi terhadap tepung biji-bijian lainnya untuk meningkatkan kadar protein pada bahan makanan asal serealia (Karsono dan Sumarno, 1989). Selain bermanfaat untuk bahan sayuran, tanaman ini juga bagus untuk perbaikan struktur tanah karena perakarannya mengandung rhizobium.
Pustaka
Cipta, G. 2008. Pengendalian Hama Penggerek Polong Pada Pertanaman Kacang Hijau. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang.
Herbalis Nusantara. 2005. Cajanus cajan Mill Spaugh. Pusat Pelatihan dan Pengobatan Herbal.
Karsono, S dan Sumarno. 1989. Kacang Gude. Monograf Balittan Malang 4. Balittan. Malang.
Moekasan, T. K. dan L. Prabaningrum. 2002. Teknik Aplikasi Pestisida. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung.
Nene, Y.L and V. K. Sheila. 1990. Pigeon Pea: Geography and Importance. p. 1-14. In Nene, Y.L., S.D. Hall and V.K. Sheila (eds.). The Pigeon Pea. International Crops Research Institute for the Semi-arid Tropics (ICRISAT). India.
Ningsih, I.Y. 2015. Anatomi dan Morfologi Akar. Universitas Jember, Jember.
Susila, A.D., M. Syukur, H. P. K. Dharma, E. Gunawan dan Evi. 2012. Tanaman Sayuran Indigenous. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wijayanti, R., Y. Pardjo dan E. Zaki. 2009. Kemampuan Hidup Penggerek Polong Maruca Testulalis Geyer (Lepidoptera; Pyralidae) Pada tiga varietas Kacang Hijau (Vigna Radiata L). UNS, Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar