Hingga tahun 2009 subsidi pupuk masih mengalami
peningkatan. Besarnya dana subsidi pupuk tersebut 17,3 triliun rupiah. Melihat besarnya
dana yang dikucurkan untuk subsidi pupuk tersebut, maka dengan alasan pembengkakan
APBN dan demi tujuan fiscal
sustainability, pemerintah menurunkan anggaran subsidi pupuk pada tahun
2010 menjadi 11,3 triliun rupiah atau turun sebesar 34,68 persen. Alasan lain
penurunan anggaran subsidi pupuk oleh pemerintah adalah kenaikan harga bahan
baku pupuk yang memang didominasi oleh bahan-bahan impor serta dikarenakan
adanya kenaikan harga gas. Hal ini jelas akan berdampak kurang baik kepada
petani. Padahal kebutuhan pupuk untuk pertanian pada tahun 2010
diperkirakan akan mengalami peningkatan. Jika tidak diikuti dengan kebijakan lain
yang mendukung akibat penurunan subsidi pupuk, dapat dipastikan kesejahteraan
petani Indonesia akan semakin terpuruk. Hal ini dikarenakan peningkatan
produksi padi masih erat kaitannya dengan penggunaan pupuk yang berimbang.
Tujuan
dari penelitian ini adalah menganalisis keunggulan kompetitif usahatani padi
sawah sebagai dampak dari subsidi pupuk di Kabupaten Tabanan. Penelitian ini dilakukan di seluruh kecamatan
kabupaten Tabanan dengan masing-masing subak terluasnya, pada tahun 2011. Penentuan
lokasi penelitian dilakukan secara purposive
sampling. Penentuan populasi dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive random sampling. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 98 orang.
Jumlah sampel tersebut selanjutnya diambil secara proportional random sampling. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode PAM (Policy Analysis Matrix).
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat keuntungan finansial usahatani padi sawah pada
musim kemarau di Kabupaten Tabanan sebesar Rp 5.625.704,23/ha dengan nilai PBCR = 1,40, sedangkan keuntungan
finansial pada musim hujan sebesar Rp
5.802.663,42 /ha dengan nilai
PBCR = 1,39, atau terjadi perbedaan
keuntungan relatif tipis yakni sebesar 3,15 %. Sedangkan keuntungan ekonomi usahatani padi sawah pada musim kemarau sebesar Rp 3.052.706,47/ha
dan musim hujan sebesar Rp 1.234.146,40/ha,
dengan nilai SBCR masing-masing 1,28 dan 1,08.
Usahatani
padi sawah di Kabupaten Tabanan memiliki keunggulan kompetitif, karena besarnya
rasio biaya privat (PCR) untuk sistem usahatani padi sawah pada musim kemarau
dan musim hujan masing-masing adalah 0,70 dan 0,69. Disamping itu usahatani
padi sawah juga memiliki keunggulan komparatif karena rasio sumberdaya domestik
(DRC) pada musim kemarau dan musim hujan adalah 0,76 dan 0,92.
Dampak
kebijakan subsidi pupuk pada
usahatani padi sawah di Kabupaten Tabanan adalah sebagai berikut:
a. Terjadi
kebijakan pajak terhadap input tradabel usahatani padi sawah pada musim
kemarau, hal ini ditunjukkan dengan divergensi input tradable sebesar Rp
167.907,63. Dari hasil analisis mendalam diketahui bahwa pajak dari pemerintah
tersebut diterima petani terhadap input tradabel seperti pupuk ZA, NPK Phonska,
pupuk organik dan pestisida. Sedangkan input tradabel lainnya berupa benih,
urea dan SP-36 diterima petani sebagai subsidi. Sebaliknya divergensi input
tradabel pada musim hujan sebesar - Rp 88.217,63 (negatif), menunjukkan adanya
kebijakan subsidi. Hal ini berarti bahwa usahatani padi sawah pada musim hujan
di Kabupaten Tabanan menerima subsidi input. Subsidi input dari pemerintah yang
diterima petani pada usahatani padi sawah pada musim hujan adalah benih, pupuk
Urea, dan SP-36.
b.
Ternyata
petani membayar komponen input tradable usahatani padi sawah pada musim kemarau lebih mahal dari harga sosialnya sebesar 15 %, sebaliknya
pada musim hujan petani terproteksi dengan membayar 6 % lebih murah dari harga sosialnya. Hal ini didasarkan pada nilai Nominal
Protection Coefficient on Input (NPCI) usaha tani padi sawah di musim kemarau
dan musim hujan masing-masing bernilai 1,15 dan 0,94.
c.
Usahatani
padi sawah baik musim kemarau maupun musim hujan sama-sama menerima insentif
positif dari pemerintah. Besarnya insentif positif (nilai tambah) dari
usahatani padi pada musim kemarau adalah 143 % dari nilai tambah pasar
persaingan sempurna, sedangkan usahatani padi sawah pada musim hujan sebesar
125 %. Hal ini didasarkan pada nilai EPC usaha tani padi sawah pada musim
kemarau dan musim hujan masing-masing bernilai 1,43 dan 1,25.
Implikasi Kebijakan adalah penurunan subsidi pupuk
urea, SP-36, ZA, dan NPK Phonska hingga menjadi 0 % dengan asumsi tingkat suku
bunga nominal per tahun tetap 21,60 %, laju inflasi per tahun tetap 5,3 % dan
nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menguat atau berkisar Rp 8.500,00/US$ hingga Rp 9.250,00/US$
menyebabkan usahatani padi sawah di Kabupaten Tabanan baik pada musim kemarau
maupun musim hujan masih tetap memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan
komparatif. Bahkan penurunan subsidi pupuk di atas, menyebabkan baik petani
maupun sistem komoditas masih menerima insentif (proteksi) dari pemerintah, dan
masih memperoleh keuntungan privat yang lebih besar dari keuntungan
ekonomisnya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani padi sawah
di Kabupaten Tabanan layak untuk terus dikembangkan, namun penurunan
produktivitas gabah hingga 20 % akan menyebabkan melemahnya keunggulan
kompetitif dan keunggulan komparatif dari usahatani padi sawah tersebut, oleh
karena itu diperlukan adanya perbaikan teknologi budidaya padi sawah,
penggunaan benih bermutu, dan melaksanakan prinsip pengendalian hama terpadu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar