Kamis, 22 Agustus 2019

PEMBIBITAN GONDA SENDIRI

Bunga dan Biji Gonda

Tanaman gonda merupakan tanaman herba yang tergolong tanaman setahun. Tinggi tanaman muda berkisar antara 10 – 15 cm dan tanaman dewasa kisaran 70 – 120 cm (Permadi, 2015). Batang tanaman gonda berwarna hijau muda – tua dengan sifat permukaan batang licin (tanpa bulu), bentuk batang bulat - bersegi, berongga, dan tumbuh tegak. Cabang terdiri atas cabang primer, sekunder, tersier, dan kuarter. Memiliki daun tunggal, sifat permukaan daun licin, tulang daun menyirip, bentuk daun memanjang - lanset. Memiliki akar tunggang, berwarna putih – coklat, dan keadaan akar berserat. Bunga tanaman gonda berbentuk bulir yang tersusun atas bunga dan buah tunggal. Tanaman gonda memiliki bunga hermaprodit berukuran ± 2 mm, kelopak menyatu berjumlah 5 helai yang berbentuk bulat telur – bundar, dan mahkota menyatu berwarna putih dengan panjang 1,5 mm. Biji berbentuk lonjong, berwarna coklat – kuning, dan terdapat pada ruang buah. Pada kondisi tanah lembab seperti dipersawahan biji gonda dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Penyebaran melalui biji dilahan persawahan juga dapat dibantu oleh angin, air atau terbawa melalui benih padi. Untuk mendapatkan bibit dalam jumlah banyak dan baik dapat dilakukan pembibitan sendiri yaitu
1.     Memilih sekumpulan benih dari bunga gonda yang tumbuhnya baik dan sehat.
2.     Benih yang baik adalah berasal dari bunga yang tumbuh pada batang utama tanaman gonda.
3.     Sekumpulan benih tersebut dijemur di bawah sinar matahari langsung dalam keadaan udara cerah selama 3 – 7 hari hingga kering. Untuk mendapatkan benih dengan keadaan kering yang merata sebaiknya sekumpulan benih dilakukan pembolakbalikan secara teratur atau sesering mungkin.
4.     Jika sekumpulan benih telah kering, dapat langsung disemaikan pada tempat persemaian dengan cara disebar secara merata dengan terlebih dahulu sekumpulan benih tersebut diremas-remas sehingga benih terlepas dari kelopak dan tangkai batangnya. Benih gonda sangat halus sehingga perlu hati-hati dalam memisahkan benih dari tangkainya agar tidak diterbangkan oleh tiupan angin. Sekumpulan/dompolan benih juga dapat langsung disimpan dalam botol dan ditutup rapat, upayakan penyimpanan benih dalam keadaan kedab udara untuk menjaga kualitas benih. Penyimpanan benih juga dapat dilakukan dengan cara memisahkan benih dari tangkai batangnya, dengan cara ini akan mendapatkan ruang penyimpanan benih dalam botol lebih padat sehingga dapat menampung lebih banyak benih. Penyimpanan benih dalam keadaan kedab udara dapat mempertahankan daya hidup benih (viabilitas benih) gonda hingga 30 hari.
5.     Persemaian. Untuk mendapatkan bibit gonda yang berkualitas baik maka perlu dilakukan pembuatan petak persemaian benih dengan baik dan benar. Cara pembuatan petak persemaian yang sering dilakukan adalah dengan cara persemaian basah seperti halnya pembuatan petak persemaian pada tanaman padi, antara lain :
a.      Pembuatan petak persemaian sebaiknya dilakukan diluar petak penanaman.
b.     Petak persemaian harus terkena penyinaran mata hari secara langsung.
c.      Sebaiknya petak persemaian dibuat dalam satu hamparan dengan luasan tertentu agar mudah dalam pemeliharaan.
d.     Pengolahan lahan persemaian dilakukan dengan cara dibajak/dicangkul sedalam kira-kira 20 cm dan digaru 2 – 3 kali sampai tanah/lahan benar-benar dalam kondisi berlumpur atau macak-macak.
e.      Setelah tanah diolah kemudian dibuatkan bedengan setinggi kira-kira 10 cm dengan lebar bedengan 100 – 150 cm dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan dan diantara bedengan dibuatkan saluran drainase.
f.       Taburkan benih gonda secara merata di atas bedengan persemaian yang telah disiapkan. Setelah itu lahan persemaian dijaga kelembabannya dan tetap dalam kondisi berlumpur.
g.     Benih akan tumbuh menjadi bibit tanaman sekitar 20 – 30 hari setelah benih disebar.
h.     Setelah bibit berdaun 4 atau tinggi sekitar 2 cm, lahan persemaian dialiri air terus menerus setinggi kira-kira 0,5 – 1 cm.
i.       Untuk mendapatkan pertumbuhan benih gonda menjadi subur, maka petak persemaian dapat diberi pupuk Urea 100 Kg per hektar atau sesuai dengan kebutuhan.
j.       Bibit gonda di persemaian baru bisa dipindahkan atau ditanam ke lahan pertanaman yang lebih luas (transplanting) setelah berumur 10 – 18 hari atau tinggi bibit sekitar 7 – 10 cm.

Rabu, 21 Agustus 2019

PROSPEK DAN INVESTASI SEMANGKA DI KABUPATEN BADUNG


Karakteristik Komoditas
Tanaman semangka (Citrullus vulgaris SHRAD) termasuk kedalam famili Cucurbitaceae banyak diusahakan secara komersial di Daerah Bali, dan diminati oleh masyarakat karena rasa buahnya yang segar dan manis. Buah semangka memiliki kandungan air yang banyak, hampir 90% buahnya terdiri atas air. Pada umumnya tanaman semangka diusahakan di dataran rendah karena mendapatkan cukup sinar matahari. Dalam membudidayakan semangka diperlukan perawatan yang khusus dan ketekunan. Pada dasarnya ada dua jenis semangka yang dibudidayakan, ada yang berbentuk bulat dan lonjong dengan variasi warna daging buahnya berwarna merah atau berwarna kuning. Ada yang berbiji dan ada pula yang tidak berbiji dengan warna kulit buah beraneka mulai dari hijau solid hingga hijau muda loreng. Saat ini petani lebih banyak membudidayakan jenis semangka yang tidak berbiji, karena lebih disukai dan nilai jualnya lebih tinggi. Buah semangka yang sudah tua mempunyai kandungan Vitamin A cukup tinggi dan sedikit Vitamin B dan C.
Semangka tanpa biji atau semangka non biji sebenarnya memiliki sifat yang mirip dengan semangka berbiji, hanya saja verietas semangka tanpa biji telah diolah sedemikian rupa agar semangka yang dihasilkan tidak memiliki biji. Tujuan penciptaan semangka non biji ini yaitu untuk memudahkan saat mengkonsumsinya, untuk membedakan semangka tanpa biji dan semangka berbiji sangat mudah, jika dilihat secara fisik semangka tanpa biji memiliki kulit dan corak yang lebih gelap dibandingkan dengan semangka berbiji. Proses budidaya semangka tanpa biji sedikit lebih rumit dibanding dengan semangka berbiji. Dalam budidaya semangka tanpa biji diperlukan perlakuan yang khusus dalam penyemaian, penyerbukan dan juga pemupukan. Kemungkinan kegagalan akan terjadi jika proses tersebut tidak tepat dilakukan. Selain itu masa panen semangka non biji lebih lama dibandingkan dengan semangka berbiji, semangka berbiji dapat dipanen setelah berumur sekitar 55 - 60 hari setelah tanam, sedangkan semangka non biji dapat dipanen setelah berumur sekitar 65-70 hari setelah tanam.
Agroklimat
Semangka cocok di tanam di daerah yang beriklim kering dan panas, dengan mendapatkan sinar matahari penuh atau lama penyinaran minimal 7 jam sehari. Suhu suhu rata-rata yang dikehendaki 20oC – 30oC. Kelembaban udara yang rendah sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman semangka. Dengan demikian sangat sesuai bila di tanam pada ketinggian 100 – 300 meter diatas permukaan laut. Curah hujan yang dikehendaki berkisar 40 – 50 mm/bulan. Pada musim kemarau tanaman semangka perlu mendapat pengairan yang cukup, jangan sampai kekurangan air. Untuk pertumbuhan yang baik, diperlukan keadaan tanah yang subur dan bertekstur lempung berpasir dengan pH tanah sekitar 6 – 6,7.
Jenis dan Variasi Produk
Varietas semangka yang sering di temui di Bali adalah varietas hibrida jenis Farmers Wonderful, Bali Flower dan Parifas Good Quatify. Pada umumnya buah semangka masih dipasarkan dalam bentuk buah segar atau diolah menjadi juice semangka.
Permasalahan Komoditas
Seperti komoditas hortikultura lainnya, buah semangka mudah sekali mengalami kerusakan apabila penanganan pasca panen kurang baik. Meskipun penanganan pasca panen ini tampak sederhana tetapi sangat berpengaruh terhadap mutu buah dan harga jualnya. Disamping itu untuk mendapatkan mutu yang baik, buah yang dipetik harus benar-benar memiliki derajat kematangan yang tepat.
Potensi Komoditas
Luas Areal dan Produksi
Luas panen semangka tahun 2018 di Kabupaten Badung adalah 115 hektar dengan total produksi sebesar 1.816 ton. Sehingga rata-rata produktivitas yang dicapai adalah 15,79 ton/hektar.
Sentra Produksi, Kalender Panen, dan Pemasaran
Tanaman semangka dapat ditemukan di semua wilayah Kabupaten/Kota di Bali, terutama di daerah dataran rendah. Pada tahun 2017 sentra produksi di Bali terdapat di Kota Denpasar, diikuti oleh Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Badung.
Tanaman semangka biasanya ditanam pada akhir musim kemarau (Mei/Juni) atau pada awal musim hujan (September/Oktober), namun pada penanaman awal musim hujan, akan banyak mengalami kegagalan.
Semangka tanpa biji baru bisa dipanen setelah berumur sekitar 65-70 hari setelah tanam (tergantung varietas). Dengan demikian panen buah semangka biasa terjadi pada bulan Juli/Agustus dan puncak panen terjadi sekitar bulan Agustus. Buah yang masak memiliki ciri-ciri kulit buah memudar dan sulur pada pangkal tangkai buah mengering.
Pemasaran buah semangka di Kabupaten Badung sebagian besar masih dipasarkan pada pasar lokal namun pada puncak panen semangka biasa dipasarkan hingga antar pulau.
Prospek Investasi
Kelayakan Usaha
Dari analisis rasio keuangan dan kelayakan usaha diperoleh hasil yang menguntungkan dan layak untuk diusahakan, yang ditunjukkan oleh Rasio profitabilitas, utamanya ROI (Return of Investment) sebesar 133,33% serta kriteria kelayakan, yakni B/C rasio (Benefit Cost Ratio) positif sebesar 1,33.
Peluang Pasar
Selama ini kebutuhan buah semangka di pasar lokal tidak pernah bisa terpenuhi oleh petani, walaupun harganya cukup mahal. Keadaan ini merupakan peluang yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Prospek Investasi
Peluang investasi yang menarik adalah perluasan areal tanam, serta peningkatan produksi dan kualitasnya.

KELAYAKAN DAN PELUANG USAHA PENGEMBANGAN KACANG TANAH DI KABUPATEN BADUNG

Budidaya Kacang Tanah Di Kabupaten Badung

Karakteristik Komoditas
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) di Indonesia merupakan komoditas pertanian terpenting setelah kedelai yang memiliki peran strategis pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati. Kandungan gizi kacang tanah antara lain yaitu; lemak 40-50%, protein 27%, karbohidrat 18%, dan vitamin. Namun di Bali komoditas kacang tanah dapat dikategorikan sebagai komoditas andalan, karena disamping banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai menu pelengkap kuliner khas utama Bali seperti ayam betutu dan pelecing juga digunakan sebagai bahan campuran makanan seperti roti dan bahan baku industri. Daun dan batang kacang tanah dapat digunakan untuk makanan ternak yang tinggi nilai gizinya, demikian pula bungkil kacang tanah sebagai hasil sampingan dalam pembuatan minyak kacang dapat digunakan makanan ternak, sehingga permintaannya cenderung meningkat. Adanya peningkatan permintaan kacang tanah, maka harganya juga cenderung meningkat. Untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan harga perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penyediaan maupun distribusinya. Adapaun jenis kacang tanah yang banyak diusahakan petani di daerah Bali adalah varietas Kelinci dan Panther, namun demikian jenis-jenis kacang lokal juga tetap diproduksi untuk memenuhi kebutuhan beberapa perusahaan industri kacang olahan.
Agroklimat
Kacang tanah tumbuh dengan baik pada iklim kering. Suhu sangat berpengaruh terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhan awal. Bila suhunya di bawah 18 0C, laju perkecambahan rendah dan pertumbuhan tanaman akan terhambat bahkan kerdil. Pertumbuhan optimal bagi kacang tanah yaitu pada suhu udara sekitar 28 – 32 0C. Jumlah dan distribusi curah hujan sangat berpengaruh terhadap produksi. Hujan yang cukup pada saat tanam sangat dibutuhkan agar tanaman dapat berkecambah dengan baik. Demikian pula distribusi hujan yang merata selama periode pertumbuhan akan menjamin keberhasilan pertumbuhan vegetatif. Hujan yang terlalu keras akan mengakibatkan bunga sulit terserbuki oleh serangga dan akan meningkatkan kelembaban di sekitar pertanaman kacang tanah. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kacang tanah antara 800 – 1.300 mm/tahun. Kelembaban tanah yang cukup pada fase awal prtumbuhan, fase berbunga dan fase pembentukan polong sangat penting untuk mendapatkan produksi tinggi. Kelembaban udara yang dikehendaki berkisar 65 – 75 %, dengan penyinaran matahari penuh. Penyinaran matahari ini dibutuhkan terutama bagi kesuburan daun dan perkembangan besarnya kacang.
Kacang tanah tidak terlalu memilih jenis tanah. Pada tanah berat seperti tanah/lahan sawah yang umumnya Aluvial dan Regosol masih dapat menghasilkan jika pengolahan tanahnya dilakukan dengan baik. Demikian pula pada lahan kering seperti Podzolik Merah Kuning dan Latosol yang memang sangat sesuai untuk pertumbuhan dan produksi kacang tanah dengan kemiringan tanah kurang dari 8%. Tetapi tekstur tanah yang optimal untuk pertumbuhan kacang tanah adalah tanah gembur/bertekstur ringan dan subur. Ketinggian tempat yang optimum untuk pertumbuhan kacang tanah adalah 50 – 500 m dpl, tetapi masih dapat tumbuh di bawah ketinggian 1.500 m dpl. Kacang tanah juga mampu tumbuh dengan baik pada tanah masam (pH 5,0), tetapi peka terhadap tanah basa. Kemasaman (pH) tanah yang ideal bagi kacang tanah berkisar antara 6,0 – 7,0. Pada pH tanah antara 7,5 – 8,0 daun akan menguning dan terjadi bercak hitam pada polong. Pada kondisi demikian kualitas dan kuantitas produksi polong akan menurun. Kekurangan air akan menyebabkan tanaman kurus, kerdil, layu dan akhirnya mati, sehingga diperlukan adanya drainase dan aerasi yang baik, lahan tidak terlalu becek dan kering baik bagi pertumbuhan kacang tanah.
Jenis dan Variasi Produk
Kacang tanah mempunyai daerah adaptasi yang luas, asalkan tanah dan iklimnya cocok serta ketinggian dan panjang hari tidak terlalu berbeda. Oleh karena itu varietas unggul apa saja dapat ditanam di seluruh Indonesia bahkan varietas unggul kita yang bernama “Macan” banyak ditanam di Malaysia, Thailand dan Philipina. Kacang tanah yang banyak diusahakan petani di daerah Bali adalah varietas Kelinci dan Panther, namun demikian jenis-jenis kacang lokal juga tetap diproduksi untuk memenuhi kebutuhan beberapa perusahaan industri kacang olahan.
Produksi kacang tanah biasanya dijual dalam bentuk polong atau biji kering, selanjutnya dapat diolah menjadi berbagai produk olahan seperti kacang asin, kacang kapri, rempeyek kacang, enting kacang, selai kacang, bumbu pecel, dan bahan campuran makanan lainnya seperti untuk roti serta bahan baku industri.
Permasalahan Komoditas
Produktivitas kacang tanah berbagai daerah di Indonesia rata-rata dikategorikan masih rendah, demikian pula di Kabupaten Badung . Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan karena penerapan teknologi budidaya belum dilakukan dengan baik, diantaranya adanya keragaman cara pengelolaan tanaman, termasuk perbedaan waktu tanam, cara tanam, penyiangan gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit. Disamping itu adanya perbedaan faktor abiotik dan biotik menyebabkan produktivitas kacang tanah berbeda untuk masing-masing daerah. Secara umum faktor abiotik dan biotik yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan tanaman dan produksi kacang tanah adalah sebagai berikut.
1.     Pematusan (drainase) jelek.
2.     Tanaman sering mengalami kelebihan air pada awal pertumbuhan atau kekeringan pada akhir musim kemarau untuk lahan sawah dan kekeringan pada fase akhir pertumbuhan tanaman untuk lahan kering.
3.     Kekurangan unsur hara utama (N, P, K, Ca).
4.     Persaingan dengan gulma pada fase pertumbuhan vegetatif, penyiangan jarang dilakukan dan apabila dilaksanakan sering terlambat.
5.     Pengolahan tanah dangkal (10–15 cm) dan masih kurang sempurna sehingga pembentukan akar dan perkembangan polong menjadi tidak optimal.
6.     Benih yang digunakan masih asalan (bukan benih bersertifikat), kadang daya tumbuh rendah kurang dari 80% sehingga keragaan tanaman sangat bervariasi. Seringkali populasi tanaman melebihi jumlah optimalnya sehingga jumlah benih yang digunakan dapat lebih dari 100–110 kg biji/ha.
7.     Serangan penyakit khususnya penyakit layu bakteri dan layu jamur, karat dan bercak daun, dan virus belang Peanut Stripe Virus (PStV), serta serangan hama tikus, kutu kebul, ulat pemakan daun, penggerek polong dan nematoda, masih belum dikendalikan dengan bijaksana.
Sementara itu pemasaran kacang tanah umumnya masih dilakukan secara individu dalam bentuk polong atau biji tanpa persyaratan kualitas sehingga harga komoditas kacang tanah menjadi rendah
Potensi Komoditas
Luas Areal dan Produksi
Luas tanam kacang tanah di Kabupaten Badung, Provinsi Bali pada tahun 2018 (Januari-Desember) dilahan sawah dan lahan kering adalah 165,0 ha, dengan luas panen 156,0 ha. Total produksi yang dicapai sebanyak 312 ton, sehingga produktivitasnya rata-rata mencapai 20,0 ku/ha.
Sentra Produksi, Kalender Panen, dan Pemasaran
Walaupun kacang tanah diusahakan hampir diseluruh daerah di Kabupaten Badung, namun lokasi sentranya saat ini berada di Kecamatan Petang.
Pada umumnya kacang tanah ditanam pada saat musim penghujan (sekitar bulan November-Desember) sehingga panen terjadi sekitar bulan Pebruari-Maret. Penanaman yang dilakukan pada pertengahan musim kemarau (Agustus dan September) akan melakukan panen pada bulan Oktober-Desember, pada kondisi tersebut produksinya lebih rendah karena pengaruh musim.
Produksi kacang tanah biasanya dipasarkan dalam bentuk kacang polong atau biji kering. Belum banyak lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran kacang tanah, umumnya para petani menjual sendiri ke pasar tradisional terdekat atau pedagang pengumpul (musiman) yang datang ke desa.
Prospek Investasi
Kelayakan Usaha
Dari analisis rasio keuangan dan kelayakan usaha diperoleh hasil yang menguntungkan dan layak untuk diusahakan, yang ditunjukkan oleh rasio profitabilitas utamanya ROI (Return of Investment) sebesar 238,83%, serta kriteria kelayakan yaitu Break Event Point (BEP) Rp 1.046,76 dan B/C ratio positip sebesar 1,39.
Peluang Pasar
Berdasarkan informasi pasar komoditi tanaman pangan dan hortikultura Kabupaten Badung, harga komoditas kacang tanah ditingkat produsen pada tahun 2018 bervariasi. Harga tertinggi kacang tanah polong dan kacang tanah kupas terjadi pada bulan Mei-Juni masing-masing sebesar Rp 3.750,-/Kg dan Rp 9.685,-/Kg. Sedangkan harga terendah pada bulan Oktober masing-masing dengan harga Rp 2.500,-/Kg (Kacang tanah polong) dan Rp 6.450,-/Kg (kacang tanah kupas). Tingginya harga komoditas ini disebabkan produksi pada bulan tersebut sedikit dan tidak ada pasokan dari luar, sedangkan permintaan konsumen tetap tinggi sehingga peluang pasar komoditas ini dapat dikatakan masih terbuka lebar.
Prospek Investasi
Kegiatan investasi yang prospektif adalah perluasan areal petanaman dengan perbaikan teknologi produksi, pengembangan penangkar benih kacang tanah, pengolahan hasil dan membangun kemitraan usaha dalam pemasaran kacang tanah.

PANGAN ALTERNATIF KACANG GUDE

Tanaman Kacang Gude

Kacang gude (Cajanus cajan L. Millsp) di Indonesia memiliki banyak nama, yaitu kacang gude atau kacang kayu (Jawa), kacang hiris (Sunda), kacang bali (Sumatera), ritik lias (Batak Karo), kance (Bugis), kacang kaju (Madura), kacang undis atau kekace (Bali), kacang iris, kacang turis, lebui, legui, puwe jai (Halmahera), fou hate (Ternate dan Tidore), binatung (Makasar), tulis (Rote), koloure (Tomia Wakatobi), dan tunis (Timor), sedangkan di manca negara dikenal dengan nama shu tuo (China), kagios, kalios, kadios, gablas (Tagalog), straucherbse (Jerman) dan pigeon pea (Inggris)(Susila et al., 2012).
Kacang gude tergolong tanaman kacang-kacangan (leguminosa) bersifat tahunan (perennial). Tanaman ini relatif tahan panas dan kering sehingga cocok ditanam sebagai tanaman penghijauan di kawasan kering. Bijinya dapat dimakan sebagai sumber pangan alternatif pengganti komoditas pangan tertentu melalui pola diversifikasi pangan.
Adapun klasifikasi kacang gude adalah
Kindom           : Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom   : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Divisi               : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Sub divisi        : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledoneae (Berkeping dua)
Sub kelas         : Rosidae
Ordo                : Fabales
Famili              : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus              : Cajanus
Spesies            : Cajanus cajan (L) Millsp (Susila et al., 2012).
Tanaman gude merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak dan tinggi tanaman dapat mencapai sekitar 3 meter. Tanaman ini memiliki sistem perakaran tunggang (radix primaria) yang berwarna putih kotor. Pada waktu perkecambahan, radikula terus tumbuh menjadi akar primer, dan akar primer ini terus tumbuh dan bercabang-cabang. Fungsi utamanya adalah untuk menyimpan  makanan (Ningsih, 2015).
Batangnya berbulu halus dan bercabang banyak. Jumlah, posisi, dan sudut percabangan ini ditentukan oleh varietasnya.  Batangnya berkayu, berbentuk bulat, beralur, serta berwarna hijau kecoklatan (Herbalis Nusantara, 2005).
Daun termasuk tipe trifoliet (berselang-seling berjumlah 3) berwarna hijau. Bentuk daun bulat telur sampai elips, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip. Panjang daun 5 - 10 cm dan lebar 2 - 4 cm dan terdapat bulu di dipermukaannya, baik pada bagian bawah maupun atas. Daun ini tersusun spiral dengan filotaksis 2/5 pada batang (Wijayanti et al., 2009).
Bunga merupakan bunga majemuk, memiliki tangkai bunga yang pendek dan berwarna hijau. Mahkotanya berbentuk kupu-kupu dengan panjang panjang 2 – 2,5 cm dan lebar 1,8 – 2 cm. Warna mahkota umumnya kuning, kuning bergaris ungu, atau merah. Benang sari bentuk tabung, serbuk sari berwarna kuning, putik berwarna putih (Moekasan dan Prabaningrum, 2002).
Buah berbentuk polongan pipih dengan ujung meruncing. Panjangnya 5 – 9 cm dan lebar 1,2 – 1,3 cm. Polongan ini berwarna hijau tua dan memiliki bulu pada seluruh permukaannya. Setiap buah dapat berisi 2 – 9 biji (Ningsih, 2015). Bijinya kecil dan warna kulitnya bermacam – macam. Ada yang berwarna cokelat, merah, atau hitam. Bijinya berbentuk oval dengan diameter sekitar 8 mm. Berat 100 biji sekitar 11 – 13 gram (Cipta, 2008).
Di Indonesia sentra pertanaman kacang gude tersebar di Jawa, Bali, NTB, NTT dan Sulawesi Selatan. Namun data tentang luas tanam, luas panen, produktivitas dan produksi kacang gude hingga kini belum ada. Oleh karena itu hasil-hasil penelitian yang ada sangat diperlukan sebagai wahana untuk dapat mengembangkan tanaman ini. Sedangkan kacang gude yang banyak dibudidayakan petani adalah varietas lokal yang berumur panjang (7 – 11 bulan). Pada tahun 1986 pernah dilepas varietas unggul kacang gude dengan nama Mega. Varietas ini merupakan galur introduksi dari Australia yang berumur pendek (90 – 100 hari) dengan potensi hasil mencapai 1,2 t/ha.
Dilihat dari aspek pola budidayanya, kacang gude tidak pernah ditanam secara monokultur, pertanaman tidak intensif, dan hanya sebagai tanaman campuran di lahan tegal, pematang sawah atau pekarangan. Kacang gude juga dapat dimanfaatkan dalam pola usahatani terpadu karena dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lain seperti sorgum, jagung, ubi kayu, kacang tanah dan kapas. Oleh karena itu, penanaman kacang gude dalam pola tanam bukan saingan yang dapat menurunkan hasil tanaman utama, tetapi memberikan nilai tambah bagi petani.
Tanaman kacang gude mempunyai daya adaptasi yang cukup luas, dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, dan relatif tahan terhadap kekeringan karena perakaran lateral mampu menembus ke dalam tanah (Nene and Sheila, 1990), sehingga berpotensi untuk dikembangkan di daerah kering dan agak tandus, yang bagi tanaman kacang-kacangan lain tidak dapat menghasilkan dengan baik. Selain toleran terhadap kekeringan, tanaman kacang gude tergolong tahan rebah dan polong tidak mudah pecah (Karsono dan Sumarno, 1989).
Kacang gude dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 1.800 m di atas permukaan laut, dengan pH optimum tanah sekitar 5 – 7. Suhu yang baik untuk pertumbuhannya berkisar antara 18 – 30 0C. Perkecambahan optimum berlangsung pada kelembaban tanah sekitar 40 sampai 50%. Waktu pembungaan dan berpolong dipengaruhi oleh waktu tanam. Penanaman sebaiknya pada bulan Oktober sampai dengan Desember. Penanaman dilakukan dengan menggunakan benih. Pemberian unsur S dapat meningkatkan hasil panen. Sebenarnya tanaman dapat menghasilkan sampai 3 – 5 tahun, namun hasilnya akan lebih kecil dibandingkan panen tahun pertama (Susila et al., 2012). Di lahan sawah, kacang gude banyak ditanam di pematang dengan jarak tanam 2 – 3 m. Tanaman dipanen saat polong lebih dari 95% matang dan berwarna coklat. Polong bisa dipanen sewaktu masih berwarna hijau sebagai sayuran segar atau dibekukan.
Biji yang sudah tua banyak digunakan untuk sayuran, tempe, bongko, rempeyek, serundeng dan kecap. Di Indonesia bagian timur, biji kering digunakan sebagai campuran nasi ketan. Sebagai bahan sayuran, kacang gude mempunyai nilai gizi yang tinggi, dimana setiap 100 gram biji kering yang dapat dimakan mengandung sekitar 7 – 10,3 gram air, 14 – 30 gram protein, 1 – 9 gram lemak. Kacang gude juga mengandung beberapa vitamin, antara lain vitamin A dan B kompleks. Di India, kacang gude dipasarkan dalam bentuk biji yang sudah dibuang kulitnya, dan dibelah. Bahan pangan ini diolah dan dikonsumsi dalam bentuk bubur kental (dhal) dengan bumbu seperti kare dan dimakan bersama roti. Produk olahan kacang gude dalam bentuk kaleng dan bentuk beku juga dikenal di India dan Republik Dominika. Tepung kacang gude berpotensi sebagai bahan subtitusi terhadap tepung biji-bijian lainnya untuk meningkatkan kadar protein pada bahan makanan asal serealia (Karsono dan Sumarno, 1989). Selain bermanfaat untuk bahan sayuran, tanaman ini juga bagus untuk perbaikan struktur tanah karena perakarannya mengandung rhizobium.
Pustaka
Cipta, G. 2008. Pengendalian Hama Penggerek Polong Pada Pertanaman Kacang Hijau. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang.
Herbalis Nusantara. 2005. Cajanus cajan Mill Spaugh. Pusat Pelatihan dan Pengobatan Herbal.
Karsono, S dan Sumarno. 1989. Kacang Gude. Monograf Balittan Malang 4. Balittan. Malang.
Moekasan, T. K. dan L. Prabaningrum. 2002. Teknik Aplikasi Pestisida. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung.
Nene, Y.L and V. K. Sheila. 1990. Pigeon Pea: Geography and Importance. p. 1-14. In Nene, Y.L., S.D. Hall and V.K. Sheila (eds.). The Pigeon Pea. International Crops Research Institute for the Semi-arid Tropics (ICRISAT). India.
Ningsih, I.Y. 2015. Anatomi dan Morfologi Akar. Universitas Jember, Jember.
Susila, A.D., M. Syukur, H. P. K. Dharma, E. Gunawan dan Evi. 2012. Tanaman Sayuran Indigenous. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wijayanti, R., Y. Pardjo dan E. Zaki. 2009. Kemampuan Hidup Penggerek Polong Maruca Testulalis Geyer (Lepidoptera; Pyralidae) Pada tiga varietas Kacang Hijau (Vigna Radiata L). UNS, Semarang.

Sabtu, 01 Juni 2019

PROSPEK DAN INVESTASI BAWANG MERAH DI KABUPATEN BADUNG


Harga bawang merah yang sering mengalami fluktuasi yang tajam akibat permintaan dan penawaran yang tidak seimbang memerlukan perhatian khusus utamanya dalam hal budidaya dan pemasaran hasil. Lahan dan iklim yang cocok di Kabupaten Badung sangat menarik untuk mengembangkan agribisnis bawang merah.
Karakteristik Komoditas

Bawang merah (Allium cepa ascalonicum.) dikenal sebagai salah satu jenis sayuran berumbi lapis dari familia Amarylidaceae yang digunakan sebagai bumbu dapur atau rempah. Hamper di setiap rumah tangga yang ada di Indonesia tidak lepas dari penggunaan bawang merah dalam kehidupannya sehari-hari. Kandungan protein yang tinggi, dan adanya vitamin C, mineral potassium/kalium, sulfur, zat besi, asam folik, serat serta beberapa senyawa lainnya sehingga ada yang memanfaatkan sebagai bahan obat-obatan tradisional. Permintaan akan bawang merah semakin meningkat dengan semakin berkembangnya rumah-rumah makan, dan juga dalam menghadapi hari-hari besar keagamaan seperti hari raya dan tahun baru.
Agroklimat
Bawang merah memerlukan kondisi lingkungan yang spesifik untuk dapat hidup dan berproduksi dengan baik. Pertumbuhan dan hasil umbi bawang merah pada dasarnya berhubungan dengan sistem fotosintesis dan respirasi tanaman. Oleh sebab itu faktor-faktor yang berpengaruh kedua proses tersebut harus terdapat pada level yang optimal. Iklim dan tanah merupakan dua faktor utama yang perlu mendapat perhatian agar diperoleh pertumbuhan dan hasil bawang merah yang memuaskan. Iklim yang baik untuk pertumbuhan bawang merah adalah iklim kering dengan sehu udara 25 oC – 32 oC, dengan curah hujan 300 – 2.500 mm/tahun dan mendapat sinar matahari lebih dari 12 jam. Hal ini hanya didapat pada daerah dengan ketinggian 0 – 800 m diatas permukaan laut. Namun pertumbuhan yang optimum dihasilkan pada dataran rendah dan yang paling baik jika suhu rata-rata tahunannya adalah 30 oC (Wibowo, 2007). Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi serta cuaca berkabut.
Tanaman bawang merah cocok ditanam pada tanah gembur, subur dengan draenasi baik. Jenis tanah yang dianjurkan untuk budidaya bawang merah adalah regosol, grumosol, latosol, dan aluvial, dengan pH 5,5 – 7,0. Tanah lempung berpasir memperbaiki perkembangan umbinya, karena sifat tanah yang demikian ini mempunyai aerasi dan drainase yang baik. Tanah yang demikian ini mempunyai perbandingan yang seimbang antara fraksi liat, pasir, dan debu (Ashari, 1995 dan Wibowo, 2007).
Jika tanahnya terlalu asam dengan pH di bawah 5,5 Aluminium yang terlarut dalam tanah akan bersifat racun sehingga tumbuhnya tanaman akan menjadi kerdil. Sedangkan tanah dengan pH di atas 7,0 atau bersifat basa, garam Mangan tidak dapat diserap oleh tanaman, akibatnya umbinya menjadi kecil dan hasilnya rendah, apabila tanahnya berupa tanah gambut yang pH-nya di bawah 4, perlu pengapuran dahulu untuk pembudidayaan tanaman bawang merah (Wibowo, 2007).
Jenis dan Variasi Produk
Ada beberapa varietas bawang merah yang berkembang baik di Kabupaten Badung, antara lain Biru Lancor, Bima Brebes, Super Philip, Bauji, Batu Ijo, Tuk Tuk dan lain-lain, namun yang banyak diusahakan di Daerah Badung adalah dari varietas lokal Bangli.
Pada umumnya produksi bawang merah dijual dalam bentuk umbi kering (segar), baik yang sudah dilepas dari daunnya maupun yang masih ada daunnya dalam bentuk ikatan. Namun demikian beberapa industri kecil rumah tangga sudah mulai ada yang memasarkan dalam bentuk olahan bawang goreng untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih besar. Bawang goreng tersebut dikemas secara sederhana dalam kantong-kantong plastik kecil.
Permasalahan Komoditas
Permasalahan utama komoditas bawang merah di Badung adalah harga bawang merah yang sering mengalami fluktuasi yang tajam akibat permintaan dan penawaran yang tidak seimbang, dimana pada musim panen dan menjelang musim penghujan harga bawang merah anjlok. Namun menjelang menghadapi hari-hari besar keagamaan (Galungan, Kuningan, Natal, Idul Fitri, Idul Adha, Tahun Baru dan lain-lain) harga meningkat tajam. Fluktuasi harga juga disebabkan faktor distribusi yang tidak merata, akibat belum berkembangnya jiwa entrepreneurship pelaku usaha untuk menjadi pedagang pengumpul bawang merah di desa, dan adanya faktor hama dan penyakit. Untuk itu usaha agribisnis bawang merah sangat memerlukan perhatian khusus utamanya dalam hal budidaya dan pemasaran hasil.
Potensi Komoditas
Luas Areal dan Produksi
Luas tanam dan luas panen bawang merah di Kabupaten Badung tahun 2018 seluas 6,0 ha, dengan produksi mencapai 75,90 ton dan rata-rata produktivitas mencapai 12,65 ton per hektar.
Dibandingkan tahun 2017, terjadi kenaikan produksi sebesar 67,90 ton. Kenaikan ini disebabkan oleh peningkatan luas panen seluas 5 hektar dan peningkatan produktivitas sebesar 4,65 ton per hektar (58,13 persen).
Sentra Produksi, Kalender Panen, dan Pemasaran
Di Daerah Badung, tanaman bawang merah biasanya diusahakan pada Kecamatan Petang, Kecamatan Abiansemal, Kecamatan Mengwi dan Kecamatan Kuta Utara, namun luas tanam dan produksi terbesar berada di Kecamatan Mengwi dan Abiansemal.
Pada umumnya petani menanam bawang merah pada akhir musim hujan (Maret/April) dan kemarau (Mei/Juni). Umur panen tergantung varietas, namun panen dapat dilakukan pada umur tanaman antara 60 – 85 hari setelah tanam. Sehingga bawang mrah dapat dipanen pada bulan pada bulan Juni sampai bulan September.
Bawang merah dipasarkan dalam bentuk segar. Belum banyak lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran bawang merah, umumnya para petani menjual sendiri ke pasar atau melalui pedagang pengumpul.
Kelayakan Usahatani
Dari analisis kelayakan usaha tani yang dilakukan penulis diperoleh hasil yang menguntungkan ditunjukkan dengan tingkat ROI (Return of Investment) atau pengembalian modalnya sebesar 234,33%, Break Event Point (BEP) Rp 5.982,09 dan B/C (Benefit Cost Ratio) sebesar 2,34. Sebuah analisa yang sangat layak untuk diusahakan menjadi usaha tani yang nyata. Sedangkan harga bawang merah pada bulan Juni hingga bulan September 2018 di pasar-pasar tradisional di Kabupaten Badung sekitar Rp 20.000,- masih di atas harga Break Event Point (BEP). Oleh karenanya untuk mencapai sukses berusaha tani bawang merah, maka teknologi produksi perlu dikuasai dengan baik.
Peluang Pasar
Pemasaran utama bawang merah terdapat di kota-kota besar yang memiliki penduduk padat. Permintaan komoditas bawang merah selalu akan meningkat  sesuai dengan jumlah penduduk yang selalu bertambah, berkembangnya ragam kuliner dan meningkatnya sektor pariwisata (Hotel dan Restoran) sedangkan kemampuan produksi relatif tetap. Dengan demikian peluang pasar komoditas ini masih terbuka lebar.
Prospek Investasi
Prospek investasi yang menarik untuk komoditas bawang merah di Kabupaten Badung adalah perbaikan teknologi produksi, pengembangan penangkar benih, pasca panen (grading), pengolahan hasil dan membangun kemitraan usaha dan kerjasama dengan mitra usaha lainnya.
Pustaka
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta.
Wibowo, S. 2007. Budidaya Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta.