Jumat, 05 November 2010

ANALISIS EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN TABANAN (STUDI KASUS DI KECAMATAN PENEBEL)

Sebagai bahan pangan pokok di Indonesia, beras tidak hanya berpengaruh pada kehidupan petani padi sebagai produsen, tetapi juga bagi konsumen beras. Oleh karena itu, pemerintah menyatakan bahwa beras dikategorikan sebagai komoditas strategis, karena sekitar 95% penduduknya menggunakan beras sebagai makanan pokok. Meskipun terdapat usahatani yang memiliki profitabilitas sosial yang lebih tinggi dibanding beras, namun banyak petani yang lebih suka menanam padi dengan pertimbangan keamanan konsumsi keluarga, resiko yang lebih kecil, dan mudah dalam pemasaran.

Namun dengan alasan permintaan konsumsi beras dan cadangan pangan nasional, Indonesia masih mengimpor beras dari luar dengan jumlah relatif kecil. Selama tahun 2006 Indonesia mengimpor beras sebesar 438.108 ton, jumlah ini meningkat sebesar 248.491 ton atau 131,05% dari tahun 2005 yang hanya mengimpor beras sebesar 189.617 ton. Walaupun impor beras relatif kecil dibanding kebutuhan beras nasional, ternyata perdagangan beras dunia dapat mempengaruhi perilaku impor beras utamanya terhadap harga beras dunia. Ketergantungan yang cukup besar terhadap pasar impor dinilai kurang menguntungkan apalagi kondisi pasar beras dunia bersifat tipis (thin market). Ada dua alternatif untuk memecahkan masalah tersebut, yakni mengimpor beras atau meningkatkan produksi beras dalam negeri.

Dalam situasi yang semakin kompetitif, maka produksi padi harus tetap dilaksanakan dalam sistem yang efektif dan produktivitas tinggi yang mampu menghasilkan produk dalam jumlah yang mencukupi, berkelanjutan, berkualitas dan memiliki daya saing tinggi. Bila tidak, maka usahatani padi akan tertinggal oleh usahatani lainnya, kurang merangsang bagi petani pelakunya, sehingga akan ditinggalkan oleh para petani dan akan beralih berusahatani lain yang lebih produktif.

Pada tahun 2007 luas sawah di Kabupaten Tabanan sebesar 22.479 hektar dengan jumlah produksi padi sawah sebesar 223.107 ton gabah kering panen. Sampai saat ini, Kabupaten Tabanan masih menjadi penyumbang produksi gabah tertinggi di Provinsi Bali. Hal ini sesuai dengan julukan Kabupaten Tabanan sebagai lumbung beras di Bali. Kabupaten Tabanan terdiri atas 10 kecamatan, salah satu kecamatan dengan luas tanam, luas panen, dan produksi padi sawah terbesar adalah Kecamatan Penebel.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi dan daya saing usahatani padi sawah serta merekomendasi usahatani padi sawah di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

Penelitian ini dilakukan di Desa Rejasa, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan Provinsi Bali, dengan penentuan lokasi secara purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah petani padi sawah yang terhimpun ke dalam Subak Rejasa yang beranggotakan 414 orang petani. Penentuan responden dalam penelitian ini menggunakan metode random sampling, sebanyak 10% dengan asumsi bahwa jumlah populasi yang ada relatif homogen dilihat dari aspek sosial ekonominya. Sehingga jumlah responden yang diambil sebanyak 42 orang petani dan jumlah responden tersebut sudah dapat mewakili populasi yang ada.

Hasil analisis berdasarkan nilai Privat Cost Ratio (PCR) menunjukkan bahwa PCR sistem usahatani padi sawah di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan sebesar 0,78. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sistem usahatani tersebut menguntungkan, oleh karenanya sistem usahatani tersebut dikatakan memiliki daya saing (kompetitif). Demikian pula analisis berdasarkan nilai Domestic Resources Cost (DRC) menunjukkan bahwa DRC sistem usahatani padi sawah di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan lebih kecil dari satu (sebesar 0,70). Hasil tersebut menunjukkan bahwa usahatani padi sawah tersebut dikatagorikan memiliki efisiensi secara ekonomi (memiliki keunggulan komparatif).

Analisis berdasarkan rasio output transfers atau disebut Nominal Protection Coefficient on Output (NPCO) menunjukkan bahwa nilai NPCO usahatani padi sawah di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan adalah 0,88. Nilai ini menunjukkan bahwa petani menerima harga privat sebesar 88 %. Harga privat yang diterima petani tersebut ternyata lebih rendah dari harga dunia yaitu sebesar 12 %. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa terdapat kebijakan yang berdampak penganiayaan terhadap petani, seperti pembebanan pajak atau subsidi berupa harga gabah yang ditetapkan pemerintah belum tepat.

Demikian pula analisis berdasarkan rasio input transfers atau disebut Nominal Protection Coefficient on Input (NPCI), menunjukkan bahwa nilai NPCI untuk usahatani padi sawah di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan adalah 0,66. Rasio ini menunjukkan bahwa petani padi membayar input tradabel sebesar 66 %, atau petani membayar input tradabel 34 % lebih murah dibanding seharusnya. Murahnya input tradabel tersebut disebabkan pemerintah memberi subsidi terhadap pupuk, benih dan pestisida.

Hasil analisis Effective Protection Coefficient (EPC) yang menunjukkan dampak gabungan policy tranfers dari input dan output tradable, menunjukkan bahwa nilai EPC pada usahatani padi sawah di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan lebih kecil dari 1, yaitu sebesar 0,91. Nilai ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, petani masih terdisproteksi atau proteksi yang diberikan pemerintah kepada petani masih belum berdampak terhadap usahataninya.

Sedangkan Nilai Profitability Coefficient (PC) pada usahatani padi sawah di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan sebesar 0,65 menunjukkan bahwa keuntungan privat yang lebih rendah/kecil dari keuntungan sosial atau keuntungan privat sebesar 0,65 kali keuntungan sosialnya dan Nilai Subsidy Ratio to Producers (SRP) pada usahatani padi sawah di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan adalah – 0,09 atau minus 9 %. Artinya, divergensi antara keuntungan privat dan sosial pada usahatani padi sawah menurun hampir sepersepuluh dari pendapatan kotor pada tingkat harga dunia.

Oleh karena hasil analisis terhadap usahatani padi sawah di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan menunjukkan adanya daya saing dan efisiensi yang cukup baik, maka usahatani padi sawah tetap dilaksanakan sebagai kegiatan ekonomi yang layak untuk dikembangkan. Keberhasilan pengembangan seyogyanya ditunjang dengan beberapa kebijakan yang dilaksanakan secara terpadu antara lain: a) Menaikkan subsidi output (harga gabah) dalam nilai finansial yang lebih menguntungkan dan meningkatkan tarif impor beras, b) Memberikan subsidi terhadap pupuk, benih dan pestisida c) Meningkatkan efisiensi pemasaran dan meningkatkan produktivitas padi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar